2nd T-POMI
2021, 10 Juni
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Untuk B-30 porsi petani mungkin kecil dan tidak mungkin pemerintah memaksa supaya produsen biodiesel membeli CPO dari PKS yang TBSnya berasal dari petani. Meskipun pemerintah bisa memaksa tetapi perlu perhitungan matang, bisa jadi malah program biodiesel tidak berjalan. Petani akan dilibatkan lebih besar dalam program bahan bakar biohidrokarbon sawit. Plt Kadiv Lembaga Kemasyarakatan Civil Society BPDPKS, Sulthan Muhammad Yusa menyatakan hal ini dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 8, bertajuk “Peranan BPDPKS Mendorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel,” Kamis (10/6/2021) yang diselenggarakan InfoSAWIT, di Jakarta.

Bahan bakar biohidrokarbon menggunakan IVO (Industrial Vegetable Oil). Polanya tidak lagi seperti biodiesel yang melibatkan perusahaan besar, tetapi membangun refinery IVO kecil-kecil dan jumlahnya banyak. Dengan cara ini petani naik kelas dari produsen TBS menjadi produseb IVO.

Korporatisasi dan pemberdayaan petani sawit bisa tercapa dengan program ini. Saat ini pabrik percontohan IVO di Musi Banyuasin masih dibangun dan tahun 2022 diharapkan sudah jadi. Pabrik di Muba ini jadi etalase kalau pemerintah daerah mendukung maka petani bisa berdaya.

Koordinator Investasi dan Kerjasama Bioenergi Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Elis Heviat menyatakan dalam grand strategi rencana energy nasional, di tahun 2030, pemerintah akan tetap mempertahankan kebijakan B30 dan memaksimalkan produksi Bahan Bakar nabati (BBN) dari biodiesel atau biohidrokarbon.

Kedepan pemanfaatan biofuel tidak sebatas untuk biodiesel saja dan hanya pada pengusahaan skala besar saja, tetapi didorong yang berbasis kerakyatan. Sedang spesifikasi menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen, termasuk mendorong pemanfaatan by product biodiesel, serta pemanfaatan hasil sawit non-CPO.

Model kesertaan petani dalam program mandatory biodiesel bisa berupa pengembangan Pabrik Minyak Nabati Industrial (IVO) dan Bensin Sawit dengan bahan baku dari TBS Sawit rakyat. Dengan menjadi IVO biaya produksi lebih murah 15-20% dari PKS Konvensional, harga tandan buah segar lebih stabil karena tidak bermasalah dengan Free fattyAcid yang tinggi.

Baca Juga:  Harga TBS Petani Mitra Swadaya di Riau Anjlok

Dengan kandungan metal dan chlorine rendah, Oil Extraction rate meningkat dari 18-22% menjadi 24- 36%. Hal yang paling penting adalah dapat dikelola oleh Koperasi/BUMD dan SNI IVO sudah terbit.

Ricky Amukti dari Traction Energy Asia mengatakan, menempatkan pekebun mandiri kelapa sawit dalam rantai pasok biodiesel sangat dimungkinkan, terlebih luas lahannya mencapai 40% dari total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia. “Namun mereka sama sekali tidak mendapat manfaat dari program biodiesel secara langsung selama ini,” katanya.

Memasukkan pekebun sawit mandiri dalam rantai pasok produksi biodiesel akan membantu meningkatkan kesejahteraan dan memberantas kemiskinan. Termasuk, mengurangi resiko deforestasi dan menjaga hutan alam yang tersisa, mengurangi emisi dari keseluruhan daur produksi biodiesel.

Sampai saat ini kondisi rantai pasok TBS dari Petani ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) bervariasi. Panjangnya rantai pasok TBS mengurangi keuntungan petani swadaya. “Dengan mandatroi biodiesel ini bisa menjadi momentum dalam upaya perbaikan rantai pasok dari petani,” kata Ricky.

Sekretaris Jenderal Serikat Petani kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto menyatakan dalam program madatori biodiesel sawit, terdapat 18 industri memperoleh jatah untuk penyedia biodiesel yang ditetapkan oleh ESDM, untuk menjalankan program B30. Namun, sayangnya tidak ada prasyarat kemitraan dengan petani.

SPKS melakukan tracking di lapangan, faktanya petani sawit swadaya tidak terhubung sama sekali dengan program mandatori biodiesel, dalam radius 5 Km saja disekitar wilayah produsen biodiesel petani swadaya tidak diperhatikan atau tidak diajak bermitra.