2nd T-POMI
2021, 15 Juni
Share berita:

Siak, Mediaperkebunan.id

Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR (ASPEKPIR) Indonesia meyambut baik Permentan nomor 18 tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar. Permentan ini merupakan tindak lanjut Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2021 tentang Penyelenggaran Bidang Pertanian yang merupakan turunan UU Cipta Kerja. Pola PIR yang terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan petani pada masa lalu masih diadopsi meskipun hanya menjadi salah bagian dari fasilitasi pembangunan kebun masyarakat. Setiyono, Ketua Umum ASPEKPIR Indonesia menyatakan hal ini.

Pola bagi hasil yang selama ini dipraktekan dalam pola PIR menjadi sallah satu pola pembangunan kebun masyarakat bersama pola kredit, pola pendanaan lain dan bentuk kemitraan lainnya. Hal yang penting dari Permentan ini adalah pengawasan pemda. Kemitraan lain hanya boleh dipilih bila memang tidak ada lahan yang bisa dibangunkan kebun masyarakat. Selama lahan tersedia maka pemerintah harus tegas supaya pola kemitraan lainnya ini jangan dipilih.

Bila memilih bentuk kemitraan lain maka pemerintah harus melakukan pengawasan ketat supaya pembiayaanya benar-benar minimal setara dengan nilai optimum produksi kebun di lahan seluas 20% dari total luas areal yang diusahakan perusahaan. Transparansi sangat penting dan masyarakat berhak tahu berapa nilai optimum yang ditetapkan secara berkala oleh Ditjenbun.

ASPEKPIR juga minta supaya pola bagi hasil yang terbukti berhasil pada masa lalu yang dipilih untuk pembangunan kebun masyarakat. ASPEKPIR siap membantu baik petani maupun perusahaan kelapa sawiit yang akan membangun kebun masyarakat dengan pola ini.

Tata cara persiapan dan pelaksanaan pembangunan kebun masyarakat juga mengadopsi praktek yang selama ini ada pada petani PIR. Kebun diserahkan pada masyarakat setelah dinilai layak. Tim penilai terdiri dari Ditjenbun, pemprov, pemkab, perusahaan dan perwakilan petani. ASPEKPIR siap membantu perwakilan petani yang ada di tim penilaian untuk menilai apakah kebun layak atau tidak diserahkan pada masyarakat.

Baca Juga:  Anak Usaha Astra Agro Raih Penghargaan Konservasi Satwa

“Bagi kita yang terbukti bisa meningkatkan kesejahteraan adalah pola PIR , pola yang ideal seperti yang kami alami yaitu inti plasma dengan pola bagi hasil. Tetapi situasi dan kondisi sudah berubah sehingga bentuk kemitraan bermacam-macam. Pada intinya kami ingin menjaga kualitas TBS sampai pabrik dengan membina petani apapun bentuk kemitraanya sehingga petani semakin sejahtera,” kata Setiyono.

Setiyono juga minta pemerintah memberikan tafsiran pasal 12 UU no 26 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pertanian yang menyebutkan perusahaan perkebunan yang mendapatkan perizinan untuk budidaya yang seluruh atau sebagian lahannya berasal dari areal penggunaan lain yang berada di luar HGU wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar , seluas 20% dari luas lahan tersebut.

“Saat ini ditafsirkan kalau perusahaan misalnya punya HGU 1000 ha, kemudian ada non HGU 100 ha maka kewajiban membangun kebun masyarakat hanya 20% dari 100 ha itu atau hanya 20 ha. Hal ini tentu sangat memudahkan perusahaan tetapi merugikan masyarakat sekitar. Saya minta penafsiran yang tegas dari pembuat regulasi,” katanya.

Aspekpir juga mendukung pemerintah yang akan memperpanjang Inpres nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit yang berakhir tahun ini. “Dengan diperpanjangnya Inpres ini maka konsentrasi pemerintah pada peningkatan produktivitas terutama perkebunan rakyat. Kami siap menjadi patner pemerintah dalam upaya peningkatan produkstivitas sekaligus kualitas TBS sampai pabrik. Aspekpir siap dilibatkan dalam berbagai program peningkatan produktivitas,” kata Setiyono.