2nd T-POMI
2018, 15 Desember
Share berita:

Saat ini Indonesia tercatat sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia. Namun tanpa adanya perhatian khusus dari pemerintah maka produksi kakao nasional akan terus mengalami kecenderungan, sehingga penyelamatan kakao saat ini sudah sangat mendesak.

Gamal Nasir, pengamat perkebunan, mengakui bahwa saat ini tren produksi kakao nasional meski meningkat tapi tidak signifikan. Hal ini ditenggari dengan mayoritas tanaman yang dikelola masyarakat telah melewati umur produktif. Sementara bantuan pemerintah baru menyentuh 30 persen dari perkebunan milik masyarakat yang telah berumur rusak atau telah menurun produksi.

“Pemerintah harus serius menangani perkebunan kakao karena dari 1,7 juta ha perkebunan kakao, lebih dari 90 persen dari luasan tersebut dikelola oleh masyarakat. Sementara luas tanaman rusak mencapai 526.061 ha, sehingga perlu alokasi anggaran untuk peremajaan dan rehabilitasi tanaman kakao rakyat,” papar Gamal.

Bahkan, Gamal berharap agar pabrik pengolahan kakao juga ikut berperan melakukan kemitraan untuk memfasilitasi masyarakat dalam memperbaiki perkebunan kakaonya. Sebab harus diakui bahwa selama ini kontribusi pabrik kakao terhadap penguatan perkebunan kakao masyarakat tidak signifikan, baru bersifat charity. Sehingga ada kesan pembinaannya hanya dalam skala terbatas dan hanya menyeret kelompok tani yang telah maju.

“Sebab, pelaksanaan program sebelumnya seringkali bersifat spot-spot yang hanya memperbaiki kebun kakao di satu desa 5 ha, lalu di desa lain yang berjauhan 5 ha. Tentu dengan kegiatan pengembangan kakao diharapkan terbangun sebuah kawasan kakao seluas 100 ha atau 200 ha yang dikelola oleh satu kelembagaan dan hasil panennya dikelola oleh satu kelembagaan,” harap Gamal.

Sementara itu, Gubernur Sulawesi Selatan, Prof. Dr. Ir. H.M. Nurdin Abdullah, M.Agr, telah melakukan insiasi untuk menjadi salah satu program prioritasnya pada peningkatkan produksi perkebunan kakao rakyat.

Baca Juga:  GAPKI 100 Persen Mendukung ISPO

Kemudian Provinsi Sulawesi Selatan sendiri telah mencanangkan program “Mengembalikan Kembali Kejayaan Kakao Sulsel” yang difokuskan pada optimalisasi produksi, hilirasi dan peningkatkan value added perkebunan kakao rakyat.

Dr. Ir. Andi Ardin Tjatjo, MP, Sekretaris Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan , Gubernur Sulawesi Selatan menambahkan bahwa melalui perbaikan SDM juga berdampak kepada peningkatkan produksi dan daya tambah perkebunan kakao.

“Ini merupakan salah satu bentuk perubahan mindset dalam pendekatan pengemangan kakao masyarakat yang sebelumnya yang semata-mata fokus pada perbaikan fisik tanaman,” terang Ardin.

Melihat hal tersebut, Dendi Ramadhona Bupati Pesawaran, Provinsi Lampung membenarkan bahwa dari pengembangan ekonomi kreatif dan klusterisasi kakao teah memberikan dampak kepada pengembangan komoditas kakao. Inilah yang dilakukannya dilahan seluas 656 ha di ungai Langka dan, Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung

Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran telah menyusun rencana pengembangan kampung kakao yang berlokasi di Sungai Langka dan Wiyono, Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dengan luasan kakao 656 ha. Sementara Kawasan Desa Sungai Langka telah ditetapkan sebagai desa agrowisata di Bandar Lampung sekaligus yang pertama di Provinsi tersebut.

Berita selengkapnya ada pada Majalah Media Perkebunan Edisi 192/Januari/2019