2nd T-POMI
2023, 27 Mei
Share berita:

JAKARTA, mediaperkebunan.id – Kementerian Pertanian (Kementan) mendukung terwujudnya pola kemitraan yang kuat antara petani dan perusahaan.  Salah satunya melalui kebijakan Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) sebagai skema kemitraan baru setelah berakhirnya program pemerintah yang “mengawinkan” perusahaan dengan petani seperti Program Inti Rakyat (PIR) Bun, PIR NES, PIR KKPA..

Demikian dikatakan Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementan RI, Heru Tri Widarto dalam Diskusi Virtual Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertemakan ”Memperkuat Kemitraan Sawit Melalui Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat”, Jumat (26/5/2023). Turut hadir dalam diskusi ini antara lain Sekjen DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino dan Kompartemen Sosialisasi dan Kebijakan PSR Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Muhammad Iqbal.

“Dengan berakhirnya berbagai program PIR tadi sekitar 2005. Maka pembangunan kebun bagi masyarakat sekitar menjadi salah satu solusi mengatasi ketimpangan kesejahteraan di perkebunan dan menjaga hubungan yang harmonis antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat di sekitarnya,” ujar Heru.

Lebih lanjut Heru menuturkan, pola FPKM oleh perusahaan perkebunan dimulai sejak Permentan No. 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, sebagaimana telah diubah melalui Permentan No. 98 Tahun 2013 dan dikuatkan dalam UU No. 39 Tahun 2004 tentang Perkebunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai Undang-Undang.

Kompartemen Sosialisasi dan Kebijakan PSR Gapki Muhammad Iqbal mengatakan, pihaknya mendukung regulasi pemerintah yang mengatur kemitraan dalam hal ini FPKM. Melalui kemitraan, petani dapat meningkatkan pendapatan, kualitas tanaman, dan jaminan pembelian TBS dari perusahaan mitra.

“Melalui kemitraan, kebun akan dikelola lebih profesional, kerja sama dengan mitra usaha membuka peluang-peluang baru, serta membangkitkan solidaritas bersama di kebun kelapa sawit,” ujar IqbL

Baca Juga:  Bulan Ramadhan Asian Agri Kucurkan 4.000 Liter Minyak Goreng Murah


Menurut Iqbal, kemitraan lainnya harus bersifat usaha produktif yang berkelanjutan dan juga sebaliknya. Nilai optimum sebagai dasar pelaksanaan kemitraan lainnya tidak bisa menjadi hibah dari perusahaan sebagai pengganti pendapatan seperti pendapatan hasil dari kebun plasma. Hal itu agar tercipta rasa tanggung jawab dari keberlangsungan kemitraan.

Sekjen DPP Apaksindo Rino Afrino, mengungkapkan, pola kemitraan sekarang ini banyak yang sudah buba. Padahal kemitraan diharapkan dapat menjawab tantangan untuk kelapa sawit  berkelanjutan yang memenuhi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, termasuk pemenuhan kewajiban perusahaan untuk FPKM 20%  diwaktu perpanjangan HGU.

“Posisi petani kelapa sawit di sektor hulu sebagai penghasil TBS tidak mungkin tidak bermitra. Ini yang harus menjadi perhatian untuk kita semua bahwa petani kelapa sawit itu harus bermitra dan  kemitraan itu harus berkelanjutan untuk mewujudkan kelapa sawit yang berkelanjutan,” kata Rino.

Kondisi bubarnya kemitraan tercermin dari berbedanya pandangan tiga pihak yaitu perusahaan, petani, dan koperasi berkaitan kerjasama kemitraan. Petani punya konsep kemitraan sendiri, koperasi dan perusahaan juga punya konsep tersendiri, antar tiga pihak ini tidak ada yang bersepakat untuk satu bentuk kemitraan. (YR)