2nd T-POMI
2018, 22 Juni
Share berita:

Ahli Peneliti Utama di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian, Prof Agus Pakpahan mengatakan, kesuksesan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara sejak zaman Belanda menjadi model pengembangan perkebunan kelapa sawit di daerah lain di Indonesia. Kebijakan Pemerintah yang dikenal dengan nama PBSN (Perkebunan Besar Swasta Nasional) pada 1980-an membuahkan dominansi perkebunan sawit swasta dewasa ini.

“Situasi perkelapasawitan seperti yang terjadi sekarang ini adalah tidak datang tiba-tiba melainkan merupakan hasil proses evolusi yang telah berkembang sejak lama,” ujar Agus.

Menurut Agus, perkembangan perkebunan kelapa sawit ini ternyata bisa mengisi pasar dunia lemak nabati dengan proporsi yang perlu diperhitungkan sehingga keberadaannya dapat dipandang sebagai ancamam bagi produk-produk serupa yang dihasilkan di belahan bumi lainnya.

“Permasalahan seperti ini pada dasarnya merupakan hal biasa dalam sistem ekonomi pasar. Bahkan semua negara berkembang selama ini berhadapan dengan fenomena pasar komoditas pertanian yang menjadi sumber devisa negara, termasuk minyak sawit, yang mengalami harga riil di pasar dunia yang terus menurun,” jelas Agus.

Artinya, lanjut Agus, tanpa adanya pembatas non-market saja, apalagi ditambah black champaign, negara-negara berkembang telah, sedang dan akan terus menghadapi kesulitan dalam menghadapi pasar komoditas pertanian yang dimilikinya dalam menghadapi pasar dunia dengan kecenderungan harga yang terus menurun itu.

Agus mengatakan, kegalauan masyarakat dunia maju terhadap minyak sawit merupakan energi sosial yang perlu dikaitkan kembali dengan asal-muasal budidaya dan pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. “Dunia usaha Belanda dan bangsa Eropa lainnya hanya meninggalkan warisan pabrik pengolahan kelapa sawit dan gula mengingat dua produk perkebunan ini tidak bisa dibawa dalam bentuk bahan mentah ke Holand; tidak seperti kopi atau kakao yang industri pengolahannya bisa di bangun di Eropa,” jelasnya.

Baca Juga:  Pentingnya Sinergi Berbagai Pihak dalam Pencegahan Karhutla

Tidak ada yang menyangka pula akan terjadi Perang Dunia II yang membuat bangsa-bangsa di Asia bisa menjadi bangsa yang berdaulat. “Jadi, kita sebenarnya hanya melanjutkan saja karya Belanda dan bangsa Eropa lainnya dalam mengembangkan perkebunan kelapa sawit ini. Hanya saja proses pengembangannya terjadi sangat cepat!,” ujar Agus.

Jadi, manurut Agus, kegalauan negara-negara maju perlu kita jawab sesuai dengan fakta sejarah bahwa kita melanjutkan jalan yang sudah diwariskan. Dengan menjawab bahwa pada masa mendatang konsep cara berpikir circular akan diterapkan dengan prinsip memprioritaskan kepentingan rakyat Indonesia yaitu kelapa sawit sebagai sumber protein hewani baru dan sebagai sumber penyubur kembali tanah-tanah yang sudah rusak. (YR)