2nd T-POMI
2016, 1 Februari
Share berita:

Pemerintah pusat begitu perduli terhadap penyelamatan kakao Indonesia, pada tahun 2015 yang lalu melalui APBN digulirkan anggaran hingga 1Triluyn, dan dari tahun 2009 sampai dengan 2014 pemerintah melaksanakan program gernas kakao. Hanya perhatian itu sepertinya tidak terlihat pada komoditas lain.

Lada sebamana kakao juga saat ini tengah menghadapi tekanan berat terutama penyakit busuk pangkal batang yang masih menjadi momok petani. Meskipun harganya cukup menarik, di atas Rp. 100.000 namun tidak serta merta mendorong lonjakan pada produksi lada.

Menurut Gubernur Lampung, Muhammad Ridho Ficardo, Indonesia membutuhkan Gerakan Nasional penyelamatan Lada. Pasalnya saat ini masalah penyakit busuk pangkal batang belum sepenuhnya terselesaikan. Selain itu kita seharusnya dapat meraih kembali posisi produsen terbesar di dunia.

“Melalui program ini maka petani diperkenalkan teknologi baru, bahan tanam unggul yang tanah penyakit dan sarana produksi yang tepat untuk mendorong peningkatkan produksi”, ungkap Ficardo.

Sementara menurut Kepala Dinas Perkebunan Ediyanto, Gerakan Nasional penyelamatan lada adalah yang krusial. Lada tidak hanya menjadi komoditas andalan bagi masyarakat namun juga bernilai historis. Lada yang menjadi salah satu produk yang diperdagangkan sejak berabad-abad lalu.

“Tentu miris jika posisi Indonesia di dunia merosot. Vietnam yang mengembangkan lada belakangan malah saat ini telah menggeser posisi Indonesia” Jelas Ediyanto.

Menurut Edi Yanto, pemda telah melakukan upaya penyelamatan lada masyarakat, namun tentu saja kemampuan daerah terbatas dan membutuhkan dukungan dari pusat. “Terutama terkait dengan introduksi bahan tanaman unggul tahan penyakit dan memiliki produksi tinggi”. YIN

Baca juga : Permintaan Lada Masih Meroket

Baca Juga:  KAKAO DAN KOPI INDONESIA LEBIH BERPELUANG ISI PASAR EROPA