2nd T-POMI
2023, 25 Agustus
Share berita:

LEMBANG, mediaperkebunan.id – Berrbagai tantangan berpotensi menghambat kinerja dan peran penting industri sawit Indonesia ke depan. Selain hambatan dagang dari negara pesaing, di dalam negeri juga tak kalah pelik.

Demikian diungkapkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono saat menyampaikan sambutan kunci dalam acara workshop wartawan di Lembang, Bandung, Rabu (23/8/23).

Menurut Eddy, dari tiga hambatan terbesar di industri kelapa sawit Indonesia, salah satunya masalah produksi yang stagnan, bahkan cenderung menurun di tengah peningkatan konsumsi khususnya untuk pangan dan oleokimia.

“Sangat penting untuk industri kelapa sawit Indonesia meningkatkan produktivitas, melalui program PSR (Peremajaan Sawit Rakyat),” tegas Eddy.

Menurut Eddy, PSR harus dilakukan seluruh pelaku usaha sawit baik perusahaan maupun petani kelapa sawit mengingat gap antara produktivitas petani dan perusahaan kini masih besar.

Untuk itu, kata Eddy, pola kemitraan dalam mendorong PSR dan memperbaiki tata kelola sawit petani juga menjadi perhatian khusus perusahaan sawit yang tergabung sebagai anggota GAPKI.

Meningkatnya eskalasi konflik antara masyarakat dan perusahaan dalam beberapa bulan terakhir juga perlu menjadi perhatian yang sangat penting.

Eddy mengatakan, kebijakan kewajiban pembangunan kebun masyarakat (FPKM) sebesar 20% telah menyebabkan multitafsir yang mengakibatkan maraknya masalah keamanan berusaha imbas tuntutan sekelompok masyarakat atas FPKM.

“Sesuai dengan Permentan 26 tahun 2007 semestinya FPKM tidak berlaku bagi perusahaan yang sudah bermitra dan sudah mempunyai hak tanah sebelum tahun 2007,” jelas Eddy.

Belum lagi, kini banyak kebun kelapa sawit yang terindikasi masuk dalam Kawasan hutan. Saat ini, telah dikeluarkan 13 SK Menteri LHK yang menyebutkan ada 2.321 unit usaha dengan luasan 1.907 ribu hektar yang diidentifikasikan sebagai Kawasan hutan.

Baca Juga:  Kementan Alokasikan Dana Cegah Kebakaran

Meski begitu, kata Eddy, sektor ini tetap memberikan peran yang sangat penting terutama dalam penerimaan devisa negara. Tahun 2022, industri kelapa sawit menyumbang devisa sebesar US$ 39,07 miliar atau sekitar Rp 600 triliun.

“Ini merupakan pencapaian ekspor tertinggi kelapa sawit sepanjang sejarah,” ujar Eddy.