2nd T-POMI
2020, 24 Januari
Share berita:

Davos, perkebunannews.com – Dalam Pertemuan Tahunan World Economic Forum (WEF) Davos, Indonesia terus melakukan diplomasi perdagangan, salahsatunya mebahas tentang perdagangan kelapa sawit, yang belakangan ini mendapat hambatan seperti belum lama ini dari negara Uni Eropa (UE).

Sesi ini bertujuan untuk mendorong terciptanya pemahaman yang sama terkait masa depan hutan tropis dunia. “Sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar, Indonesia memanfaatkan forum ini untuk memberikan penjelasan yang utuh mengenai penanganan komoditas kelapa sawit serta menyampaikan berbagai program Pemerintah untuk mengatasi deforestasi,” terang Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto.

Para peserta yang hadir, termasuk mantan Wapres AS Al Gore menyampaikan apresiasi dan dukungan kepada Pemerintah Indonesia yang telah berhasil menekan angka deforestasi secara signifikan selama beberapa tahun terakhir.

Pada kesempatan ini, Menko Airlangga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk melihat industri sawit secara holistik, termasuk dari aspek lingkungan, ekonomi, kontribusi terhadap pembangunan global – terutama untuk pencapaian SDGs – perspektif bisnis, serta kebijakan yang telah diambil Pemerintah Indonesia.

“Indonesia merupakan produsen minyak sawit utama dunia. Komoditas ini berkontribusi terhadap 3,5% PDB nasional. Dengan memanfaatkan tidak lebih dari 10% (sekitar 6%-7%) dari total global land bank for vegetable oil, Indonesia mampu menghasilkan 40% dari total minyak nabati dunia,” ujar Menko Perekonomian.

Selain itu, lanjutnya, sektor minyak sawit nasional telah berkontribusi mengentaskan kemiskinan bagi 10 juta orang. Dengan kata lain, industri kelapa sawit merupakan sektor strategis bagi perekonomian masyarakat yang perlu dikawal oleh Pemerintah.

Menko Airlangga menyampaikan, Pemerintah Indonesia saat ini tengah mengembangkan kebijakan yang mendorong domestic demand dari produk sawit, antara lain melalui pengembangan B30 sebagai salah satu alternatif BBM untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar berbasis fossil. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dan mengimplementasikan pembangunan rendah karbon.

Baca Juga:  Produesen Benih Harus Membidik Petani

“Indonesia juga sedang mengembangkan skema kredit karbon guna mendukung upaya pelestarian lingkungan”, kata Menko Airlangga.

Sebagaimana diketahui, Indonesia memiliki luas perkebunan kelapa sawit sekitar 14 juta hektar yang dapat menyerap sekitar 2,2 miliar ton karbon dioksida (CO2) dari udara setiap tahun. Menko Airlangga mengakui bahwa tantangan utama terletak pada upaya mengonversikan carbon footprint ke dalam suatu skema bisnis yang bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu, Indonesia mengajak para peserta yang hadir, khususnya dari kalangan bisnis, untuk mulai berinvestasi di sektor karbon.

Bagi Indonesia, investasi lingkungan, terutama menyangkut reforestasi, tidak harus dibatasi hanya dalam konteks replanting. Namun perlu diperluas hingga mencakup aspek monetization dari emisi karbon yang dapat diserap oleh perkebunan sawit. Oleh karenanya, Indonesia mengusulkan agar para stakeholders yang hadir bisa ikut memikirkan mekanisme/skema penerapan carbon credit yang tepat dalam merealisasikan potensi Indonesia sebagai the capital of carbon credit.

Terkait pencapaian SDGs, Menko Airlangga mengemukakan peranan minyak sawit dalam mencapai target yang telah disepakati secara global, antara lain: sebagai sumber energi bersih dan terbarukan yang mendukung ketahanan energi nasional; penyediaan bahan makanan; penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan; serta pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi

“Presiden Jokowi memiliki komitmen untuk peremajaan (replanting) sebanyak 500 ribu hektar kebun kelapa sawit milik petani. Tujuannya adalah agar masyarakat yang bekerja di sektor ini bisa mendapatkan hasil yang optimal,” ujar Menko Perekonomian.

Pada sesi di siang hari, Menko Airlangga menjadi kontributor dalam Informal Gathering of World Economic Leaders (IGWEL) bertajuk “Finding Resilience in A Global Economy with New Rules”. Dalam kesempatan ini, Menko Perekonomian kembali menyampaikan strategi kebijakan Indonesia dalam menghadapi kondisi ketidakpastian global.

Baca Juga:  Menelisik Pala di Pulau Banda

Selanjutnya, Menko Airlangga menjabarkan agenda pembangunan Indonesia tahun 2020 – 2024 dengan target pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata 6%. Disampaikan pula bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui sinergi antara upaya penguatan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi dan birokrasi, transformasi ekonomi, serta kebijakan moneter dan fiskal yang solid.

Menko Perekonomian juga berkesempatan untuk mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Komunikasi dan Informasi Singapura untuk membahas peningkatan kerja sama Indonesia dan Singapura, terutama di bidang e-commerce. Ia juga menerima kunjungan sejumlah pimpinan perusahaan, yakni dari General Atlantic, Astra Zeneca, Amazon Web Services, serta Temasek. YIN