2nd T-POMI
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Sudah lama banyak komoditas perkebunan perlu peremajaan tetapi karena anggaran pemerintah terbatas, maka yang diremajakan tidak sebanding dengan tanaman tidak menghasilkan tua rusak (TTMTR). “Misalnya untuk karet sejak saya jadi Sekditjen Perkebunan 7 tahun lalu mengusulkan gernas karet, kemudian jadi dirjen dan sekarang sudah pensiun tetap tidak terlaksana,” kata Gamal Nasir, pengamat perkebunan.

Karet, kelapa, kopi, kakao , teh, rempah-rempah adalah komoditas perkebunan rakyat yang perlu peremajaan dengan segera 5-7 tahun yang lalu. Tetapi kalau mengharapkan peremajaan besar-besaran mengandalkan APBN mungkin sampai 10 tahun mendatang tidak akan pernah terwujud.

“Sebaiknya kita mencari solusi lain yaitu bagaimana melakukan peremajaan besar-besaran tanpa menggunakan APBN. Cara yang dlakukan pada kelapa sawit dengan memungut dana pungutan ekspor terus digunakan untuk peremajaan bisa dilakukan syaratnya pemerintah kuat,” katanya.

Masalahnya sekarang pemerintah kurang kuat bila berhadapan dengan pengusaha. BPDPKS contohnya untuk PSR penyaluran dana Rp5,3 triliun sedang biodiesel sudah Rp57,72 triliun. Akhirnya dana ini lebih banyak digunakan oleh pengusaha daripada petani.

Pemerintah karena anggaran terbatas maka akan memilih komoditas prioritas. Kakao pernah mendapat prioritas dengan gernas kakao tetapi tidak berjalan sepenuhnya. Semua komoditas yang perlu peremajaan adalah komoditas yang sebagian besar diusahakan oleh rakyat.

“Dengan niat baik maka seharusnya perusahaan swasta yang punya kepentingan dengan komoditas bersangkutan melakukan kemitraan dengan petani lakukan peremajaan. Jangan menunggu dana APBN. Kalau perlu pemerintah mengeluarkan regulasi yang sangat keras supaya ini berjalan. Peremajaan dari dahulu sudah mendesak dilakukan tetapi karena tergantung APBN sampai sekarang belum bisa terealisasi. Maka harus mencari solusi kreatif peremajaan besar-besaran tanpa gunakan APBN,” kata Gamal.
.

Baca Juga:  Harga Sawit Kalteng Naik