2nd T-POMI
2019, 18 Juli
Share berita:

Jakarta – Malaysia mewajibkan Malaysia Sustainable Palm Oil (MSPO)pada 31 Desember 2019 dengan memberikan insentif untuk biaya audit MSPO, baik perusahaan ataupun pekebun (petani perkebunan).

Hal tersebut diungkapkan oleh Azis Hidayat, Ketua Sekretariat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) pasca menjadi pembicara dalam acara 9th International Planters Conference 2019 (IPC) kepada Media Perkebunan.

Dalam IPC 2019 Azis membawakan materi The Role of ISPO System To Ensure The Future Viability Of The Palm Oil Plantation bersama dengan Sekjen Ministry of Primary Industries, Malaysia serta Chairman Malaysian Palm Oil Council dan Direktur Rabo Bank, United Kingdom.

Bahkan untuk kepemilikan lahan antara 40,46 – 1.000 hektar biaya audit akan dibiayai oleh Malaysian Palm Oil Board (MPOB). Sedangkan untuk diatas 1.000 hektar biaya auditnya 30 persen dibiayai oleh MPOB dan untuk mill atau pabrik biaya auditnya 30 persen akan dibiayai oleh MPOB.

Sehingga dalam hal ini sudah sewajarnya jika petani perkebunan (pekebun) kelapa sawit di Indonesia juga bisa dibiayai untuk auditornya. Hal ini penting untuk mendorong sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi pekebun.

“Jadi kalau memang nantinya pekebun diwajibkan melakukan sertifikasi ISPO sebaiknya pemerintah bisa memberikan insentif bagi pekebun,” saran Azis.

Seperti diketahui berdasarkan catatan Komisi ISPO per Maret 2019, komisi ISPO sudah mengeluarkan
502 sertifikat. Dari 502 tersebut terdiri dari 493 perusahaan,5 koperasi swadaya,dan 4 KUD plasma dengan luas total areal areal 4.115.434 hektar.

Adapun tanaman menghasilkan seluas 2.765.569 hektar dengan total produksi tandan buah segar (TBS) 52.209.749 ton pertahun th dan CPO 11.567.779 ton per tahun dan produktivitas 18,81 ton per hektar dan kadar rendemen rata-rata 22,23 persen.

Baca Juga:  Produksi CPO Naik, Stok Ketat

Disisi lain, Azis mengakui dalam acara IPC 2019 ada banyak peserta yang mengakui kemajuan ISPO. Diantaranya dalam ISPO dibedakan prinsip dan kriteria atara perusahaan dengan pekebun. Hal ini berbeda dengan di Malaysia yang menyamakan prinsip dan kriterianya antara perusahaan dan pekebun.

“Bahkan ada yang memuji jika Indonesia bisa melakukan mandatory biodiesel 30 persen berbahan baku kelapa sawit (B30). Sebab di Malaysia saja untuk B10 saja sulit,” tutur Azis. Kesimpulannya, menurut Azis, bahwa saat ini ISPO sudah mendapat perhatian dari dunia International. YIN