2024, 27 Februari
Share berita:

Jakarta, mediaperkebunan.id – Pada tulisan ini, kita akan membahas sejarah perkebunan tebu sebelum abad ke- 20 yang ada di Indonesia. Perkebunan tebu yang akan dibahas ini berada di salah satu wilayah Indonesia, yaitu Madiun.

Jantung perkebunan tebu Jawa Timur tumbuh di sekitar daerah Pasuruan, Besuki, dan Surabaya. Madiun merupakan salah satu jantung daerah perkebunan tebu. Diketahui, Madiun bagian daerah dataran rendah sangat ocok untk ditanami tebu karena banyaknya saluran irigasi dan tanahnya yang subur.

Tulisan sejarah perkebunan tebu ini berdasarkan pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dyah Retno Wulan (2020) dengan artikel ilmiahnya berjudul “Perkebunan Tebu di Madiun Masa Belanda Tahun 1900-1930”. Tebu diperkirakan mulai masuk ke Indonesia sekitar abad ke-17, yaitu pada masa-masa VOC melakukan sistem tanam paksa.

Pada tahun 1918, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan ordonisasi sewa tanah Jawa dan Madura, kecuali daerah Yogyakarta dan Surakarta. Pengusaha tebu swasta dapat menyewa tanah melalui sistem kontrak dengan jangka waktu 21,5 tahun dan selama sewa lahan pertanian akan dikembalikan ke pemilik tanah setiap 2 tahun sekali untuk digarap selama 1 tahun.

Agar proses penyewaan tanah menjadi lebih mudah, berbagai pihak mulai dari perkebunan, kepala daerah, kepala desa, sampai dengan pegawai pemerintahan melakukan kerjasama. Aparatur desa dikepalai oleh kepala desa ikut serta dalam masalah penyewaan lahan milik penduduk pribumi agar pemilik perkebunan swasta dimudahkan untuk menewa lahan. Kepala desa melansungkan perannya sebagai political broker untuk melayani pengusaha swasta maupun pemerintah kolonial.

Namun, sistem yang disebut glebagan ini lebih cenderung menguntungkan pihak penyewa daripada pemilik lahan. Pertama, untuk membongkar lahan kebun tebu pemilik lahan dibebankan oleh waktu yang lama dan membutuhkan banyak biaya dan tenaga.

Baca Juga:  Kemendag: SPI Solusi Mengamankan Gula

Kedua, hal tersebut membatasi petani untuk menanam tanaman pangan di lahannya sendiri karena tidak memiliki waktu lebih lama untuk menghasilkan tanaman pangan mereka sendiri.

Pengembangan sarana

Lalu, menuju awal abad ke 20 terjadilah perkembangan industri gula di Indonesia yang membuat pemerintah kolonial membangun sarana prasarana perkebunan tebu Madiun yang lebih baik, salah satunya irigasi. Pada tahun 1909 sampai 1917 wilayah Mediun terus dibangun berkali-kali untuk meningkatkan kualitas pengairan dan menghasilkan perkebunan tebu yang semakin berkualitas.

Tak hanya itu, berbagai transportasi dalam dunia perkebunan tebu juga dibangun dengan tujuan untuk memperlancar distribusi tebu dari perkebunan ke pabrik gula. Di Madiun sendiri, jalur transportasi air berada di kali-kali sekitar perkebunan yang mengalir ke daerah Bengawan Madiun dan Bengawan Solo. Karenanya, sebelum dimodernisasi transportasi perkebunan tebu hanyalah perahu dan gerobak yang memerlukan tenaga hewan seperti sapi dan kerbau.

Karena waktu yang lama tersebut mempegaruhi waktu produksi pihak, pemerintah kolonial dan perkebunan swasta mulai membangun jembatan kereta lori sebagai cikal bakal kereta api yang lebih modern. Pembangunan jemmbatan sempat tertunda pada tahun 1922 yang akhirnya terlaksana pada tahun 1928 yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan mum Sipil.

Puncak perkembangan perkebunan tebu Madiun

Lalu, Pusat Penelitian Pabrik Gula yang pada saat itu berpusat di Pasuruan mulai memberikan konsultasi dan menghasilkan proses modernisasi pabrik gula pada tahun 1880-an dan puncaknya pada awal abad 20.

Modernisasi dan popularitas komoditas gula saat itu menjadikan banyak perusahaan-perusahaan swasta yang menaungi pabrik gula di Madiun berubah menjadi perusahaan besar yang tidak hanya bergerak di bidang perkebunan gula, melainkan juga pertambangan, perbankan, dan lain-lain.

Baca Juga:  Kemendag Mengajak AGRI untuk Berkontribusi Nyata

Berbagai pabrik gula yang besar bermunculan di Madiun di sekitar tahun 1884 sampai 1990-an. Bahkan selain pabrik gula swasta Eropa, Madiun juga memiliki pabrik gula yang didirikan oleh orang Tionghoa.

Dinamika industri perkebunan tebu di Madiun, Indonesia pun terjadi dan menunjukkan eksistensinya dalam menopang ekonomi Hindia Belanda pada awal abad ke-20. Perkebunan tebu di Madiun pun ikut terkena dampak depresi ekonomi pada tahun 1930, yang tak hanya menerpa pihak perkebunan tebu, melainkan juga menimpa pekerja perkebunan tebu maupun pabrik. Beberapa karyawan pabrik yang mayoritas pribumi harus diberhentikan dengan gaji yang diberikan kurang dari 90%.

Kejadian tak mengenakkan tersebut menciptakan konflik antara petani dan pekerja dengan pihak perkebunan yang kemudian memburuk pada tahun 1907-1930 dan berdampak pada naik turunnya harga gula di Madiun pada rentang waktu 1915-1917.

Pada rentang tahun 1930-an pun terjadilah fenomena banyaknya gula yang ditimbun, upah pekerja perkebunan tebu yang tak dibayar, dan kerusuhan sosial seperti pembakaran lahan tebu bahkan timbul berbagai kejahatan kriminal di pelosok desa.

Itulah sejarah perkebunan tebu di Madiun Indonesia, semoga bermanfaat.

Sumber: Wulan, Dyah Retno. 2020. Perkebunan Tebu di Madiun Masa Belanda Tahun 1900-1930. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya (UNESA)