2nd T-POMI
2021, 20 November
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Tebu merupakan tanaman perkebunan yang paling sensitif terhadap perubahan iklim, berakibat pada produksi yang bisa anjlok sampai 20%. Kalau hal ini tidak bisa diatasi maka swasembada gula Indonesia akan tetap menjadi cita-cita saja. Soedjai Kartasasmita, Begawan Perkebunan Indonesia menyatakan hal ini pada pelatihan Perkumpulan Profesional Praktisi Perkebunan Indonesia (P3PI).

Sekarang harga gula intenasional naik karena perubahan iklim di Brasil menyebabkan sering terjadi forst (embun beku) sehingga produksi gula di negeri Samba ini turun. Karena Brasil merupakan produsen gula terbesar kondisi ini membuat pasokan gula dunia turun dan harga naik.

Thailand yang merupakan salah satu produsen gula terbesar akibat perubahan iklim mengalami kemarau panjang sehingga produksi turun drastis. Perubahan iklim disertai juga dengan perubahan HPT yang menyerang tebu.

Indonesia harus melakukan mitigasi dan adaptasi sehingga punya strategi tetap bisa swasembada ditengah perubahan iklim. P3GI harus dilibatkan untuk mengatasi berbagai kendala budidaya tebu akibat perubahan iklim. BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) harus membuat langkah strategis dengan penelitian yang mendalam.

Lilik Koesmihartono Putra, trainer dari P3GI dengan materi pelatihan “Kiat Mengelola Hama dan Penyakit Tebu” menyatakan prasyarat pengelolaan hama dan penyakit tebu adalah kemampuan mendiagnosis/identikasi tanda serangan (hama), gejala serangan (penyakit). P3GI sudah punya buku saku terkait HPT tebu yang bisa dijadikan pedoman. Kemampuan menguji secara nikroskopis/serologi/molekuller juga penting.

Harus ada tim monitoring sehingga bisa melakukan peringatan dini bila ada tanda serangan hama dan gejala penyakit. Teknik pengedalian baik secara kultur teknis, mekanis, biologis, kimiawi harus dikuasai. Harus ada sarana pengendalian yaitu laboratorium pembiakan musuh alami, alat semprot dan lain-lain. Harus ada organisasi khusus yang bertanggung jawab, pengamat lapang dan pengelola data.

Baca Juga:  DITJENBUN ALOKASIKAN PERLUASAN KOPI ARABIKA 500 HA DI KERINCI

Pengendalian hama terpadu harus menjadi panduan utama dalam pengendalian OPT tebu. Prinisip dasarnya adalah budidaya tanaman sehat yaitu menggunakan varietas tahan/toleran, penggunaan benih sehat, penyehatan benih dengan hot water treatment, penggunaan pupuk berimbang dan penerapan GAP.

Pelestarian dan pemanfaatan musuh alami dengan penanaman refugia, pengamatan tingkat parasitasi atau predasi, ciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk musuh alami dan pelepasan musuh alami.

Monitoring dilakukan secara periodik dan berkalanjutan, amati faktor biotik dan abiotik, tindakan pengendalian jika populasi hama atau patogen tinggi. “Monitoring ini sering diabaikan sehingga terjadi ledakan serangan. Kalau sudah begini biasanya kita diundang dan sudah terlambat. Penggunaan pestisida kimia menjadi satu-satunya cara,” kata Lilik.

Pabrik Gula harus punya planter ahli PHT yang punya pengetahuan tentang hama penyakit, paham dan terampil dalam menerapkan GAP , mampu berkomunikasi dan berbagi ilmu. Penerapan PHT pada tebu dasarnya dan aktivitas yang paling banyak dilakukan adalah pertanaman sehat dengan menanam tanaman tahan/toleran, kultur teknis yang baik dan rotasi tanaman.

Aktivitas selanjutnya adalah pengendalian mekanik dan perangkap, konservasi dan stimulasi musuh alami. Kemudiaan kalau terserang OPT gunakan pestisida nabati/hayati dan pelepasan musun alami. Aktivitas terakhir dan paling sedikit, bila sudah tidak bisa dikendalikan lagi adalah dengan pestisida sintetik.

Hama penting tebu di Indoensia saat ini adalah penggerek baik pucuk maupun batang; uret, tikus, boktor dan kutu putih. Sedang penyakit penting adalah luka api, pembuluh, mosaik, blendok, daun hangus, busuk akar dan pangkal batang.

.