2nd T-POMI
2024, 3 Mei
Share berita:

Jakarta, mediaperkebunan.id – Budidaya tebu tidaklah mudah, untuk mendapatkan hasil panen yang memuaskan para penanam perlu mengetahui jenis hama pada tanaman tebu sehingga tahu cara menanggulanginya.

Upaya dalam meningkatkan produktivitas tanaman tebu seringkali terkendala oleh serangan hama. Achadian (2011) dalam Subiyakto (2016) menyebutkan bahwa lebih dari 100 janis hama dapat menyerang tanaman tebu dan jenis penggerek jadi yang paling sering merusak tanaman tebu.

Subiyakto (2016) dalam artikel ilmiahnya berjudul “Hama Penggerek Tebu dan Perkembangan Teknik Pengendaliannya” menyampaikan ada 4 jenis hama penggerek tebu yang memiliki risiko kerugian tertinggi.

Hama Penggerek Pucuk pada Tanaman Tebu

Hama penggerek pucuk tebu (scirpophaga excerptalis walker), yaitu hama yang menyerang batang melalui tulang dan pupus. Tingkat kerugian yang disebabkan oleh hama ini tergolong tinggi, gejalanya mulai dari tunas umur 2 minggu sampai tanaman dewasa. Di Sumatera Selatan sendiri populasi hama ini terjadi pada umur tanaman 2-9 bulan, puncak tertingginya pada tanaman berumur 6 bulan.

Menurut Samoedi (1995), serangan penggerek pucuk pada 5 bulan sebelum tebang dapat menurunkan produksi gula 52,9 persen sampai 73,4 persen.

Hama Penggerek Batang Berkilat

Hama penggerak batang berkilat (chilo auricilius dudgeon) biasanya dijumpai pada tanaman tebu berumur 5 bulan ke atas. Gejala serangan hama ini dimulai dari munculnya bercak-bercak transparan berbentuk bulat oval di daun. Ulat masuk ke batang tebu melalui pelapah dan bisa menyebabkan mati puser dan menyebabkan penurunan hasil gula sekitar 10 persen.

Kadang gerakan ulat sampai mengenai mata tunas sehingga menyebabkan tunas menguning dan mengering, basanya terjadi di akhir atau awal musim hujan. Tak hanya tebu, hama ini bisa menyerang tanaman padi dan jagung.

Baca Juga:  Perkebunan Nusantara Group Perkuat SDM Generasi Millenials

Hama Penggerek Batang Bergaris

Hama penggerek batang bergaris (Chilo saccharariphagus) merupakan hama yang disebabkan oleh serangga perusak daun, ditandai dengan bercak-bercak transparan memanjang yang tidak beraturan. Ulat masuk melalui pelepah dan batang tebu dan di setiap 1 persen kerusakan luas menurunkan bobot tebu 0,5 persen.

Hama Penggerek Batang Raksasa

Hama penggerek batang raksasa (phragmataecia castanea) ditandai dengan munculnya ulat penggerek batang raksasa yang biasanya tanaman yang terserang biasanya beruas muda. Hama tebu ini dapat menyebabkan pati puser dan apabila menyerang tebu beruas tua dapat menyebabkan ruas habis digerek bahkan sampai tanaman tebu mati. Tiap satu persen kerusakan ruas yang disebabkan oleh hama penggerek batang raksasa menurunkan produksi gula hingga 0,89 persen hingga yang parah mencapai 60 persen.

Pengendalian Hama Penggerek Tebu

Dalam tulisannya, Subiyakto (2016) juga menyampaikan cara pengendalian hama penggerak tebu berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya. Sesuai dengan dinamika perkembangan teknologi, teknik pengendalian hama tebu dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

  1. Pengendalian hama secara tradisional, dilakukan secara alami dan populer sebelum tahun 1942. Dilakukan melalui kultur teknis, pronoto mongso, pestisida alami, dan pestisida nabati.
  2. Pengendalian hama berbasis pestisida berbahan kimia, populer dilakukan pada rentang tahun 1942-1985.
  3. Pengendalian hama terpadu (PHT) berbasis keseimbangan lingkungan (1986-2000).
  4. PHT berbasis ekologi (2000-sekarang).

Menurut Subiyakto (2016), PHT pada tanaman tebu harusnya sudah berbasis ekologi, yaitu tiak hanya sebatas penerapan teknologi, melainkan sudah didorong berdasarkan pada pengertian ekologi lokal hama dan pemberdayaan petani.

Kemudian, praktik pegelolaan hama pada tanaman tebu dapat dilakukan dengan:

  1. Pengolahan lahan sebelum panen dan kultur teknis, yaitu dengan mengembalikan residu tanaman yang meliputi daun dan pucuk tanaman tebu serta menanam tanaman pupuk hijau Clotalaria juncea di antara barisan tanaman tebu.
  2. Penggunaan benih bebas hama dan penanaman varietas toleran, hal ini dilakukan untuk menjaga kemurnian benih dan merupakan komponen penting untuk mengurangi kerugian ekonomi yang disebabkan oleh hama penggerek.
  3. Monitoring, dibati menjadi tiga kategori yaitu 1) pemantauan luas yang bertujuan untuk mengetahui distribusi geografis hama dalam setiap musim, memprediksi terjadinya ledakan hama, dan mengidentifikasi migrasi jenis hama; 2) pemantauan pertanaman yang bertujuan untuk mengambil keputusan perlunya dilakukan pengendalian atau tidak (jika hasil pemantauan di pertanaman tersebut mencapai ambang pengendalian hama penggerek batang, yaitu tercapai kerusakan 2% untuk kebun bibit dan 5% untuk tebu giling, harus dilakukan tindakan pengendalian), dan 3) pemantauan dengan perangkap. dilakukand dengan perangkap lampu, perangkap lem, dan feromon untuk mengetahui dinamika populasi hama sepanjang musim.
  4. Pengendalian hayati, di Indonesia pengendalian hayati dilakukan dengan pelepasan parasitoid lalat Jatiroto Diatraeophaga sriatalis 30 pasang/ha.
  5. Pengendalian secara mekanis, dilakukan dengan menggores atau memotong sedikit demi sedikit dari pucuk ke bawah atau dengan memusnahkan telur dan larva yang dijumpai di tanaman.
  6. Pengendalian secara kimiawi, dilakukan dengan dengan insektisida dilakukan apabila cara pengendalian lain tidak memberikan hasil.
  7. Pengendalian berdasarkan peraturan pemerintah atau undang-undang yang berlaku.
Baca Juga:  PRODUKSI GULA JAWA TIMUR TAHUN 2020 DIKUATIRKAN TURUN

Selain empat jenis hama yang disebutkan di atas, ada tiga hama penggerek lagi dengan tingkat risiko kerugian rendah, di antaranya adalah penggerek abu-abu (tetramoera schistaceana snellen), penggerek jambon (sesamia inferens walker), dan penggerek kuning (chilo influscatellus snellen).