2nd T-POMI
2020, 19 Februari
Share berita:

Gubernur Sumsel menekankan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di daerahnya supaya bermitra dengan pemerintah kabupaten setempat. Ini merupakan penerapan pengelolaan perkebunan kelapa sawit sustainable yang paling sederhana. Yohanes H Toruan, Asisten Dua Sekda Sumsel menyatakan hal ini.

“Sekarang pemkab merasa tidak ada lagi urusannya dengan perusahaan perkebunan karena semua pajak sampai PBB sudah ditarik ke pusat semua. Padahal seperti di Lahat tiap minggu ada unjuk rasa di perusahaan perkebunan sawit sehingga pemda harus turun tangan,” katanya.

Infrastruktur jalan yang dibangun pemprov dan pemkab selama ini juga digunakan oleh kendaraan-kendaraan milik perusahaan perkebunan dan itu dirasakan sangat menganggu. Supaya perusahaan perkebunan kelapa sawit punya kontribusi pada pendapatan daerah, Pemprov Sumsel bersama dengan Pemrov Sumut sudah lama berjuang untuk mendapatkan dana bagi hasil perkebunan. Tetapi sampai sekarang belum berhasil.

Gubernur Sumsel juga menekankan pada perusahaan perkebunan untuk menyelesaikan konflik dengan masyarakat sekitar. Kemitraan dengan luas minimal 20% dari total areal harus dilaksanakan. Pengelolaan sawit harus sustainable supaya berkontribusi positif pada daerah.

Saat ini batas minimal supaya petani bisa sejahtera adalah memiliki 10 ha kebun kelapa sawit. Di Sumsel banyak petani yang lahannya dibawah 10 ha sehingga ditanami karet. Karena itu di Sumsel sawit identik dengan perusahaan sedang karet identik dengan rakyat. Luas lahan kebun sawit dan karet relatif sama. Sayang industri karet ini kurang berkembang

Baca Juga:  Harga Kakao Agustus 2016