2nd T-POMI
2023, 30 Juli
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Dirjen Perkebunan Andi Nur Alam Syah lewat Surat Edaran nomor B-347/KB.410/E/07/2023 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) minta gubernur, bupati/walikota untuk melaksanakan pembinaan FPKM sehingga  bisa terlaksana.

Fase 1 untuk perusahaan perkebunan yang memiliki perizinan usaha perkebunan sebelum tanggal 28 Februari 2007, yang telah melaksanakan kemitraan melalui pola PIR-Bun, PIR-Trans, PIR-KKPA atau pola inti-plasma lainnya dianggap telah melaksanakan FPKM . Keterangan sudah melaksanakan kemitraan dikeluarkan oleh pemberi izin atau didelegasikan kepada kepala dinas yang membawahi perkebunan.

Sedang yang belum melaksanakan wajib melakukan usaha produktif untuk masyarakat sekitar berdasarkan kesepakatan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar diketahui gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya. Usaha produktif dapat menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar.

Sesuai dengan pasal 7 Permentan 18 tahun 2021 maka usaha produktif yang dimaksud adalah subsistem hulu, subsistem kegiatan budidaya, subsistem hilir, subsistem penunjang, fasilitasi kegiatan peremajaan tanaman perkebunan sekitar atau bentuk kegiatan lainnya. Pembiayaan kegiatan usaha produktif minimum setara dengan nilai optimum dari 20% areal kebun yang diusahakan. Nilai optimum produksi kebun adalah hasil produksi netto rata-rata kebun dalam 1 tahun yang ditetapkan secara berkala oleh Dirjebun.

Perusahaan perkebunan fase II yang mempunyai perizinan usaha perkebunan setelah tanggal 28 Februari 2007 – 2 November 2020  yang belum melaksanakan FPKM wajib melaksanakannya paling kurang 20% dari IUP-B atau IUP, yang berada di luar IUP. Pelaksanaannya mempertimbangkan ketersediaan lahan, jumlah keluarga masyarakat sekitar yang layak sebagai peserta, kesepakatan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar dan diketahui kepala dinas yang membidangi perkebunan.

Masyarakat sekitar yang layak jadi peserta ditetapkan bupati/walikota atas usulan camat setempat. Apabila tidak terdapat lahan untuk melaksanakan FPKM maka dilakukan kegiatan usaha produktif sesuai kesepakatan antara perusahaan perkebunan dan masyarakat sekitar, diketahui kepada dinas yang membidangi perkebunan.  Kepala dinas juga memberikan surat keterangan tidak ada lahan untuk FPKM.

Baca Juga:  PTPN 3 Siap Berkompetisi

Perusahaan perkebunan pada fase III yang memiliki  perizinan usaha perkebunan setelah 2 November 2020 yang seluruh atau sebagian lahannya dari areal penggunana lain yang berada di luar HGU  dan berasal dari pelepasan kawasan hutan wajib melaksanakan FPKM. Pada areal yang berasal dari pelepasan kawasan hutan dan memberikan kewajiban 20% dari luas lahan tersebut kepada masyarakat sesuai dengan peraturan Menteri LHK maka sudah melaksanakan FPKM.

Perusahaan tetap didorong memberikan fasilitas kepada masyarakat yang bersifat sukarela agar masyarakat dapat mengembangkan pengelolaan kebunnya. Bila perolehan lahan perkebunan dilakukan langsung kepada masyarakat yang diberikan HGU maka perusahaan tidak diwajibkan melakukan FPKM.

FPKM bersifat wajib bagi perusahaan perkebunan. Kepala dinas yang membidangi perkebunan di kabupaten/kota melaporkan perkembangan FPKM di kabupaten/kota masing-masing kepada kepala dinas yang membidangi perkebunan provinsi.  Kepala dinas yang membidangi perkebunan provinsi melaporkan kepada Dirjen Perkebunan.