2nd T-POMI
2017, 14 Juli
Share berita:

Memaksakan petani untuk menanam padi, jagung, dan kedelai (pajale), itu sama saja sok tahu. Sok tahunya yaitu mengganggap demografi dan geografis di Indonesia itu semua sama.

Hal tersebut diungkapkan oleh Enny Sri Hartati, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) kepada perkebunannews disela-sela konfrensi pers.

Padahal, lanjut Enny, setiap daerah dan tempat mempunyai kultur dan topografi serta keunggulan komoditas yang berbeda-beda. Sehingga jika anggaran yang segitu besar dan banyaknya program hanya dipusatkan kepada ketiga komoditas tersebut (pajale), maka bagaimana daerah yang memang mempunyai potensi diluar ketiga komoditas tersebut?

“Ini sudah tidak rasional lagi dan sangat sangat tidak efektif jika dipaksakan pajale. Jadi alangkah baiknya jika Menteri Pertanian (Mentan) jangan memaksakan petani,” tegas Enny.

Salah satu diantaranya, Enny menyontohkan, lahan di daerah pegunungan, akan lebih cocok jika ditanami sayuran dan itu lebih bernilai tinggi. Kemudian untuk lahan kering lebih cocok untuk tanaman perkebunan, dan itu permintaaannyua masih sangat tinggi baik untuk industri di dalam ataupun luar negeri, dan itu juga bernilai ekonomi.

“Jadi menanam itu harus sesuai dengan potensi di daerah, unsur haranya dan keadaan lahannya. Sehingga sudah seharusnya insentif yang diberikan juga harus sesuai dengan potensi daerahnya dan dampak kerusakannya akan sangat besar jika hal ini masih terus dilakukan dengan memaksakan potensi yang ada diganti dengan tiga komoditas tersebut,” papar Enny.

Memang, Enny mengakui kebutuhan akan jagung di dalam negeri cukup tinggi tapi nilai produktivitas dan ekonominya apakah sudah terpenuhi? Sebab petani itu tidak ada yang bodoh, petani itu pintar dan tahu komoditas apa yang harus ditanamnya. “Jadi jangan mengatur-ngatur petani,” pungkas Enny. YIN

Baca Juga:  Puslit Karet Kembangkan Teknologi Penyadapan Lebih Efisien