Peraturan Presiden nomor 44 tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia menurut M Teguh Surya dari Yayasan Madani Berkelanjutan Indonesia salah satu kemajuannya adalah meningkatkan keberterimaan pasar sawit Indonesia dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Kalau Perpres ini dijalankan maka industri sawit bisa bangkit. Dalam aturan baru ini setiap pelaku usaha baik perusahaan maupun pekebun wajib sertifikasi, perbaikan prosedur sertifikasi , mempertegas peran Komite dan Dewan pengarah ISPO,” katanya.
Seharusnya sebulan sesudah diberlakukan, yaitu tanggal 16 April harus ada Peraturan Menteri Pertanian yang mengatur kriteria ISPO tetapi sampai saat ini belum ada. Tidak ada penjelasan dari pemerintah kenapa sampai sekarang belum terbit.
Anggota Komisi ISPO adalah unsur pemerintah, asosiasi pelaku usaha,akademisi dan pemantau independen. Beberapa organisasi masyarakat sipil sudah dihubungi oleh Kemenko Perekonomian untuk dijadikan anggota komite unsur pemantau independen.
Hal yang sangat disayangkan adalah unsur Hak Asasi Manusia dan ketelusuran belum ada.
“Lepas dari segala kekurangan yang ada laksanakan saja dulu Perpres ini. Pasti ada yang bisa dicapai entah keberterimaan di pasar atau hal lain. Tidak perlu ada revisi-revisi lagi. Hal yang penting supaya jangan terulang seperti Inpres Moratorium dan Rencana Aksi Nasional sawit adalah libatkan pemda,” katanya.
Pandemi Covid-19 jangan dijadikan alasan penundaan terbitnya Permentan. Biasanya juga tidak ada pandemi sering terlambat. Teguh yakin transisi 5 tahun bagi petani untuk wajib bersertifikat ISPO waktunya cukup untuk meningkatkan kapasitas pekebun.