Surat protes DMSI (Dewan Minyak Sawit Indonesia) yang dikirim melalui surat elektronik kepada WHO tanggal 28 April 2020, sampai saat ini belum dijawab. Surat tersebut menyatakan keberatan atas Flyer Who yang berisi anjuran agar orang dewasa tidak memakan atau mengonsumsi minyak kelapa sawit dalam menghadapi Covid-19. Derom Bangun, Ketua Umum DMSI menyatakan hal ini.
DMSI menanyakan apakah anjuran tersebut didasarkan pada suatu hasil penelitian ilmiah mutakhir berkaitan dengan Covid-19 yang sudah teruji secara independen. “ Jika tidak ada bukti ilmiah tersebut DMSI mengharapkan agar isi anjuran itu diubah. Sampai hari ini jawaban belum ada diterima,” kata Derom.
Dari jawabannya akan jelas apakah anjuran itu didasarkan kepada suatu penelitian terhadap Covid-19 atau orang yang terinfeksi Covid-19 yang telah teruji kebenarannya oleh pihak independen. Jika belum ada penelitian, Derom curiga bahwa anjuran itu berasal dari warisan lama tentang kampanye anti lemak jenuh dan minyak tropis yang berkembang di sekitar tahun 80-an.
Dogma yang menjadi dasar kampanye itu sudah tidak sesuai setelah FDA, yaitu pengawas makanan dan obat di Amerika Serikat mengeluarkan peraturan label untuk trans-fat atau lemak trans. Sebenarnya setelah labelling itu kampanye anti lemak jenuh sudah tidak terdengar lagi. Diatas tahun 2000 yang dijadikan kampanye anti minyak sawit sudah beralih ke deforestasi dan masalah sosial.
Di Indonesia dapat diamati bahwa sejak tahun 2000 kampanye anti lemak jenuh hampir tidak terdengar lagi dan beralih kepada anti minyak sawit dengan tuduhan deforestasi dan isu-isu sosial.
“Jadi sangat mengherankan bahwa tiba-tiba muncul melalui WHO anjuran untuk tidak mengkonsumsi lemak jenuh seperti minyak kelapa sawit dan kelapa. Ada apa di belakang ini? Karena itulah kita menunggu dan ingin mendengar,” kata Derom.