Badung, Mediaperkebunan.id- Sawit adalah champion dan andalan Indonesia, sehingga harus negeri perlakukan dan kelola dengan istimewa. “Sebagai yang terbesar jangan mau didikte negara lain. Kita harus mampu dan kuat menentukan harga. Bagaimana caranya kita pikirkan dan secepatnya bisa operasional,” kata Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono ketika membuka Konferensi Kelapa Sawit Indonesia ke-20 dan Outlook Harga 2025 (IPOC) .
Industri kelapa sawit sebagai andalan negeri yang merupakan tulang punggung perekonomian , terutama di daerah-daerah yang sedang kita dorong pertumbuhannya. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa industri ini dapat beroperasi secara berkelanjutan, efisien, dan kompetitif.
Indonesia bermaksud untuk meningkatkan tingkat pencampuran biodiesel menjadi B50 (50% kandungan biodiesel) dan seterusnya di masa mendatang, sebagai bagian dari agenda energi terbarukan yang lebih luas. Sasaran B50 merupakan perubahan signifikan dalam kebijakan energi, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mendukung pertanian lokal. Namun, perluasan ini dapat berdampak pada ketahanan pangan dan juga pasokan minyak sawit, terutama untuk ekspor.
Beberapa strategi yang dapat kita terapkan dalam pengelolaan peningkatan produksi kelapa sawit dengan cara mendukung pertumbuhan ekonomi, kebutuhan energi, ketahanan pangan dan ekspor dengan tetap melindungi lingkungan, antara lain:
Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) harus kita laksanakan dengan menggunakan varietas unggul. Program ini punya target lahan seluas 120.000 Ha per tahun dan mendapat dana Pemerintah Indonesia sebagai hibah (Rp. 60 juta/Ha). Sejak tahun 2017, Indonesia telah berkomitmen untuk mendanai lebih dari 365.000 Ha petani kecil dalam program ini.
Mendukung perusahaan perkebunan untuk meningkatkan hasil panen dengan menerapkan Good Agriculture Practices (GAP) dan varietas kelapa sawit yang menghasilkan lebih produktif. Produksi minyak kelapa sawit telah dikritik karena menyebabkan deforestasi, kehilangan keanekaragaman hayati, dan emisi gas rumah kaca. Indonesia telah menanggapinya dengan menerapkan sistem sertifikasi minyak kelapa sawit berkelanjutan melalui ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan kebijakan perubahan penggunaan lahan yang lebih ketat.
Inisiatif Peningkatan Hasil. Penekanan pada praktik terbaik dalam pengelolaan pertanian, bahan tanam dengan hasil tinggi, dan teknik pemanenan yang lebih baik. Penelitian dan Pengembangan. Investasi dalam penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan varietas kelapa sawit yang tahan penyakit dan berproduksi tinggi (tahan Ganoderma) dan mengembangkan pupuk yang efisien dan ramah lingkungan. Meningkatkan kualitas kelapa sawit petani. Memberikan bantuan teknis dan pelatihan untuk memastikan petani kecil 5 mengadopsi metode berkelanjutan, produktivitas tinggi, dan praktik pertanian dan pengelolaan yang baik.
“Kami yakin bahwa Indonesia dapat meningkatkan produksi dan produktivitas minyak sawit dalam beberapa tahun ke depan, sehingga produksi minyak sawit Indonesia masih dapat mencukupi untuk memenuhi konsumsi dalam negeri (untuk pangan, industri oleokimia, dan energi) serta permintaan global. Saya juga berharap bahwa kita dapat memperkuat kolaborasi antara lembaga pemerintah, industri, dan masyarakat global untuk mencapai tujuan B50 dan seterusnya,” katanya.