Ketapang, mediaperkebunan.id – Forum Petani Sawit Berkelanjutan (FORTASBI) menggelar acara visit media untuk memperkenalkan upaya petani sawit dalam menghadapi kampanye negatif sawit atau regulasi European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang digaungkan oleh Uni Eropa serta mitigasi iklim yang saat ini menjadi isu global.
Dalam kegiatan ini, Fortasbi mengajak sepuluh orang jurnalis dari Jakarta dan Pontianak untuk melihat gerakkan keberlanjutan yang dilakukan oleh Perkumpulan Petani Mitra Harapan (PPMH) yang merupakan salah satu petani binaan Fortasbi.
Dengan didampingi Fortasbi, petani sawit anggota PPMH, perwakilan dari PT Cargill, dan tokoh daerah setempat seperti Bapak Mamang selaku Pemuka Adat setempat, Kepala Desa Air Upas Agus Purwanto dan Kepala Desa Air Dekakah Budiyanto Siquele kami mengunjungi hutan konservasi yang dijaga untuk kelestarian alam.
Ketua PPMH Kabupaten Ketapang Sandi Priana, yang turut memandu kegiatan ini banyak menyampaikan aktivitas petani dan memperlihatkan langsung aktifitas keberlanjutan yang dilakukan oleh para anggota PPMH. Ia juga menyampaikan apresiasinya atas kunjungan media yang dilakukan oleh Fortasbi.
“Saya sangat berterima kasih sekali kunjungan media apalagi hari ini meliput masalah pelestarian alam. Semoga apa yang didapat hari ini, informasi-informasi dapat sampai ke dunia luar, ke yang berkepentingan dalam hal ini,” ujar Sandi saat diwawancarai Media Perkebunan, Sabtu (15/2/25).
Kunjungan media kali ini kami diajak mengunjungi dua lokasi hutan yakni Hutan Larangan Brupis yang terletak di Desa Asam Besar, Kecamatan Manis Mata, Kabupaten Ketapang dengan luas hutan -/+ 80 hektare dan Hutan Adat Tamtam. Hutan ini sangat dijaga oleh petani dan pantang untuk ditanami sawit.
Kegiatan ini juga membahas peran penting hutan dalam mitigasi perubahan iklim. Sebagai salah satu penyerap karbon alami, pelestarian dan reboisasi hutan memiliki kontribusi besar dalam menurunkan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada pemanasan global.
FORTASBI dan PPMH menegaskan bahwa langkah-langkah konservasi seperti penghijauan dan perlindungan hutan yang berkelanjutan dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim, sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem lokal.

Meski jika dipikir secara nilai ekonomi lahan tersebut sangat menguntungkan jika ditanami sawit, namun Sandi dan para petani sawit lainnya sudah sepakat soal keberlanjutan. Namun, Sandi sadar petani sawit tak bisa sendirian merawat hutan, Sandi dukungan dari pihak lain di luar petani sawit sangat penting dalam mendukung pengelolaan hutan oleh masyarakat.
“Tentunya dalam pengelolaan hutan bagi masyarakat yang mengelola hutan, saya berpesan ada sumbangsih dari pihak luar untuk memberikan nilai ekonomis kepada mereka, supaya hutan kita tetap terjaga. Itu harapan saya yang paling utama,” terang Sandi.
Soal keberlanjutan merupakan sebuah komitmen, PPMH sendiri telah membuktikannya dengan sertifikasi RSPO pada tahun 2023 lalu. Ia sebuah kebanggaan bahwa petani mulai sadar akan isu kampanye negatif sawit dan melakukan sertifikasi sebagai jawaban.
Sandi berharap petani sawit di daerah lainnya juga mulai bisa mendapatkan sertifikasi, namun ia mengungkapkan masih ada kesulitan untuk sertifikasi itu sendiri, seperti misalnya terkait pengurusan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) oleh pemda setempat, ia berharap hal-hal ini bisa dibenahi dan mendapatkan solusi terkait kemudahan/kemurahan biaya untuk sertifikasi, Sandi menyatakan PPMH siap menularkan semangat keberlanjutan.
“Kita termotivasi dan juga mengajak petani sawit di daerah lainnya untuk semangat terhadap sertifikasi ini karena manfaatnya besar, terutama dalam peningkatan produksi. Soal EUDR sendiri, petani sawit harus mampu karena minyak sawit adalah kebutuhan dunia. Namun, kita ini petani, bukan perusahaan, yang punya SDM dan kemampuan ekonomi terbatas,” ujarnya.
Media Perkebunan juga mewawancarai salah satu anggota PPMH, ternyata petani juga sudah sadar isu keberlanjutan di samping keuntungan semata, hal itu dikatakan Kutal dari Koperasi Air Tarap Sejahtera. Ia menyatakan pentingnya menjaga keseimbangan antara pengembangan perkebunan dan pelestarian hutan.
“Di satu sisi, perkebunan sawit ini memang kadang merusak hutan jika terus-terusan menebang hutan untuk ditanami sawit. Tapi, kita dari koperasi dan Lembaga PPMH mengajak bagaimana cara menghijaukan kembali hutan kita dan sama-sama menjaga. Memang secara ekonomi kita tidak dapat uang, tapi kita juga butuh udara yang segar,” kata Kutal.
Dukungan Perusahaan
Di samping itu turut hadir dari perwakilan dari perusahaan, Muhammad Eko Budiyono selaku Sustainability Manager di Cargill Region 4, dalam kesempatan ini mengungkapkan kebanggaannya terhadap PPMH.
“Kita bangga punya mitra PPMH yang sangat komitmen dan juga konsisten menjadi petani yang berkelanjutan. Meskipun ini tahap awal rencana penghijauan jangka panjang, kita sudah lihat areanya. Dua lokasi hutan yang mereka miliki, dan ini luar biasa karena mereka bisa menyatukan komitmen bersama anggotanya untuk mewujudkan area-area konservasi,” ujar Eko kepada Media Perkebunan.
Eko menegaskan komitmen Cargill yang sejalan dengan Fortasbi dan PPMH yakni mendukung keberlanjutan.
“Cargill juga merupakan perusahaan yang berkomitmen untuk sustainability, terutama untuk RSPO dan ISPO. Kami mendukung semua petani untuk sertifikasi berkelanjutan karena bisnis jangka panjang di era global ini menuntut semua, baik perusahaan hingga petani, melangkah ke era berkelanjutan. Saat ini kami berfokus untuk mewajibkan semua petani yang ada di Cargill terverifikasi RSPO. Untuk mewujudkan impian tadi, kita butuh supply seperti yang dilakukan PPMH,” jelasnya.
Visit media ini menjadi ajang edukasi dan kolaborasi dalam menghadapi tantangan EUDR dan tuduhan deforestasi. Apa yang dilakukan PPMH diharapkan dapat menjadi motivasi dan optimisme baru untuk petani sawit swadaya lainnya menjalankan sustainability.
Kejutan di Hutan Tamtam
Ada yang unik saat perjalanan visit media ke Hutan Tamtam, Ketua PPMH Kabupaten Ketapang Sandi Priana menunjukkan sebuah pohon yang menarik tapi juga menakutkan yakni Pohon Ipuh (Antiaris toxicaria).
Pohon yang juga dikenal dengan nama Ipoh atau Upas ini terkenal karena mengandung racun mematikan, konon dari penjelasan Sandi getah dari pohon ini dulu kerap digunakan sebagai senjata masyarakat setempat untuk melawan penjajah Belanda.

“Jadi batang pohonnya disayat, ini bekas sayatannya dulu (Sandi Menunjukkan goresan di batang Pohon Ipuh). Kemudian getahnya itu dioleskan pada sumpit,” terang Sandi saat menjelaskan.
Dengan ditemani Ayah Mertua dari Sandi Priana, beliau yang merupakan warga asli Ketapang juga memberikan kesaksian bahwa Pohon Ipuh sudah menjulang kokoh sejak ia masih kecil, ia juga pernah membuktikan betapa beracunnya Pohon Ipuh.
“Dulu waktu bujang pernah mencoba getahnya itu disumpit ke binatang (burung), nah gak sampai lima menit burung itu langsung mati, jadi getahnya itu bikin darah menggumpal alias pembekuan darah,” terang Ayah Mertua dari Sandi Priana.
Pohon Ipuh menjulang kokoh di tengah-tengah Hutan Tamtam, setidaknya harus menempuhkan perjalanan berjalan kaki sekitar dua kilometer untuk dapat sampai ke lokasi Pohon Ipuh.
Pohon ini menjadi salah satu spesies yang sangat dijaga keberadaannya dalam kawasan hutan, sebagai bagian dari pelestarian biodiversitas dan warisan alam yang harus dilindungi.