Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia. Jumlah lahan perkebunannya mencapai 16,8 juta hektar. Oleh karena itu, industri sawit berperan besar dalam perekonomian nasional.
Peranan yang besar itu tidak luput dari peran petani sawit swadaya. Walaupun demikian, saat ini banyak petani sawit swadaya yang belum merasakan kesejahteraan dan butuh dukungan dari pemerintah.
Menurut Petrus Tjandra, MBA selaku Direktur Utama PT Agro Investama Group, petani swadaya di Indonesia berhak mendapatkan kesejahteraan. Salah satu cara yang dapat di lakukan adalah dengan melakukan riset yang mengutamakan kesejahteraan petani. Tidak hanya riset teknologi saja, tetapi juga riset mengenai sosial dan budaya.
4 Riset Penting Meningkatkan Kesejahteraan Petani Sawit
Ada empat riset yang mendesak dan penting untuk dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan petani sawit. Keempat riset tersebut meliputi replanting, penurunan emisi gas rumah kaca, biomassa sawit, dan pabrik sawit untuk rakyat.
“Riset itu harusnya untuk kesejahteraan petani sawit dan rakyat. Di tetapkan yang penting dan mendesak seperti replanting, penurunan emisi gas rumah kaca, biomassa sawit, dan pabrik untuk rakyat,” tuturnya.
Jumlah perkebunan sawit di Indonesia yang dimiliki petani sawit swadaya mencapai 6,7 hektar. Terdapat potensi yang besar bagi Indonesia karena bisa memperoleh hasil USD 122 miliar atau setara 1.900 triliun. Namun saat ini hasil yang di peroleh baru mencapai 49 juta dollar.
Hal tersebut sangat di sayangkan oleh Petrus Tjandra. Sebenarnya pemerintah Indonesia bisa memaksimalkan potensi lahan petani swadaya dengan fokus terhadap masalah yang di alami para petani.
“Potensi sawit di Indonesia besar. Ada potensi sebanyak USD 122 miliar atau sebanyak 1.900 triliun. Saat ini baru 49 juta dollar. Kenapa kita gak fokus terhadap potensi di lahan petani sawit swadaya,” ujarnya
Masih banyak masalah yang di hadapi oleh petani sawit swadaya. Mulai dari pupuk kimia mahal dan sulit di dapat, benih kurang baik dan tidak bersertifikat, serta pohon sawit yang sudah tua.
Solusi Masalah
Menurut Petrus Tjandra, masalah tersebut dapat di selesaikan dengan penggunaan pupuk organik, penggunaan benih unggul, dan perbaikan pola tanam agar petani tetap memiliki penghasilan saat replanting. Perkebunan sawit saat ini masih sangat mengandalkan pupuk kimia, padahal dapat memanfaatkan potensi pupuk organik contohnya pupuk rumput laut.
“Saat ini sawit benar-benar chemical minded. Tidak menggunakan pupuk kimia berarti sawit tidak akan tumbuh. Padahal terdapat potensi penggunaan pupuk organik. Sebaiknya setiap daerah ada pabrik pupuk organik dan riset penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan pupuk organik,” katanya.
Petrus Tjandra mengatakan alasan banyak petani tidak mau melakukan replanting karena pendapatannya hilang selama proses replanting. Hal ini dapat diatasi dengan perbaikan pola tanam atau integrasi tanaman pangan.
Sumber penghasilan petani sawit swadaya pada masa replanting dapat di peroleh melalui pemanfaatan biomassa dari kebun sawit dan penghasilan dari tanaman pangan. Petani sawit swadaya dapat melakukan integrasi sawit tanaman pangan dengan menanamkan sawit dan kedelai, sawit dan jagung, serta sawit dan padi gogo.
“Usulkan ada tanaman pangan. Integrasi sawit kedelai, sawit jagung atau sawit padi gogo. Jadi kita kosongin satu lahan dan di tanami jagung. Atau pola blok 2 hektar di buang ⅓ nya di pakai tanaman lain,” usulnya.
Dengan melakukan cara tersebut, Petrus Tjandra yakin bahwa kesejahteraan petani sawit swadaya di Indonesia dapat tercapai dan replanting dapat terlaksana dengan baik. Kebutuhan sawit di Indonesia dapat terpenuhi dan memperoleh potensi penghasilan yang maksimal.