Bogor, Mediaperkebunan.id
Tantangan karet alam Indonesia adalah penurunan produksi sehingga banyak pabrik karet yang tutup. Penyebabnya penurun harga dalam satu dekade, serangan penyakit gugur daun pestalotiopsis, konversi karet ke tanaman lain. Tantangan lainnya adalah perubahan iklim, EUDR dan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Lina Fatayati Syarita, Peneliti Pusat Penelitian Karet Indonesia (PPKI), PT Riset Perkebunan Nusantara menyatakan hal ini.
Usulan kebijakan adalah pengendalian pestalotiopsis harus terus dilakukan untuk memulihkan produksi. Keterlibatan dinas terkait dan Pusat Penelitian Karet sangat penting untuk menyusun paket pengendalian oleh petani. Penguatan kelembagaan pekebun dan kelembagaan pemasaran (UPPB).
Diversifikasi tanaman dengan tumpang sari perlu didorong untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dukungan diseminasi riset menjadi langkah awal yang harus dilakukan. Peremajaan harus menjadi kegiatan utama, dengan pendanaan dari BPDP karet seperti pada kelapa sawit.
Karet yang didominasi rakyat menjadi kendala dalam pemenuhan syarat tracebility EUDR. Perlu dibuat sertifikasi Indonesia Sustanable Natural Rubber. Penguatan riset dan pengembangan industri hilir.
Data Ditjenbun menunjukkan produksi karet nasional tahun 2018 3.630.357 ton sedang tahun 2022 3.135.287 ton , artinya tumbuh – 3,6%/tahun; karet rakyat 2018 3.111.253, ton 2022 2.910.369, tumbuh -1,65%/tahun; PTPN 2018 230.361 ton, tahun 2022 129.628 ton, tumbuh -13,39/tahun; swasta 2018 288.743 ton, 2022 95.290 ton, tumbuh -24,21%/tahun. Penyebabnya adalah konversi karet ke komoditas lain yang lebih prospektif, turunnya intensitas penyadapan dan serangan penyakit gugur daun pestalotiopis.
Produktivitas karet nasional tahun 2018 1,205 ton/ha/tahun sedang tahun 2022 1,040 ton/ha/tahun, menurun 3,61%/tahun. Sedang produktivitas karet rakyat tahun 2018 1.153 ton/ha/tahun dan tahun 2022 1,022 ton/ha/tahun. Produktivitas karet rakyat rendah sebab banyak tanaman tua (hampir 200.000 ha), penggunan klon rendah (<60%), rendahnya penggunaan input produksi, kurangnya pengetahuan dan adopsi teknologi budidaya anjuran.
Kosumsi karet nasional menurut Dewan Karet Indonesia tahun 2018 626.000 ton sedang 2022 630.000 ton, tumbuh 0,16%/tahun. Dalam 5 tahun terakhir konsumsi domestik 20% dari produksi nasional sedang ekspor 80%.
Ekspor tahun 2018 2,954 ton dengan nilai USD4,166 juta, tahun 2020 2,582 juta ton nilai USD3,246 juta, tahun 2021 2,385 juta ton nilai USD4,122 juta, tahun 2022 2,083 juta ton nilai USD3,654 juta. Tahun 2018-2022 volume ekspor menurun 8,36%/tahun dan nilai ekspor 3,23%/tahun. Tahun 2020 penurun ekspor karena pandemi, tahun 2021 naik karena industri aktif kembali, tahun 2022 turun karena melemahnya permintaan.
Secara terpisah, Kepala Dinas Perkebunan Jambi, Agus Rizal menyatakan kebun karet di wilayahnya sekitar 600.000 ha, dipekirakan semakin menurun, sedang kelapa sawit 1,13 juta ha diperkirakan naik sampai 1,2 juta ha.
“Petani sudah tidak berminat lagi pada karet. Bekerja seharian hanya mendapat Rp50.000/hari. Sedang sawit masuk kebun 10 hari sekali untuk panen, dari 2-3 pohon saja sudah mendapat Rp200.000,” katanya.