Jakarta, Mediaperkebunan.id
Pemerintah saat ini melakukan berbagai kegiatan untuk mempercepat sertifikasi ISPO petani. Salah satunya adalah percepatan penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya Sawit (STDB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) petani. Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Ditjenbun/Wakil Ketua 1 Komite ISPO/Sekretariat Tim Pelaksana RAN KSB ,menyatakan hal ini.
Kegiatan lain adalah pembiayaan verifikasi teknis bagi para petani berupa pembiayaan sertifikasi ISPO petani mulai dengan pembiayaan dari BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit). Dengan sumber dana dari BPDPKS juga dilakukan peningkatan kapasitas petani termasuk pelatihan pra kondisi menuju audit ISPO.
Optimalisasi peran penyuluh pertanian swadaya dan swadana yang diatur dengan Keputusan Menteri Pertanian nomor 40 tahun 2020. Percepatan proses pelepasan kebun sawit petani yang terindikasi masuk kawasan hutan melalui PP nomor 23 tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang kehutanan. Mengoptimalkan peran perusahaan mitra, CSO, pemprov, pemkab dalam upaya percepatan sertifikasi ISPO petani.
Sedang dalam Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan pekebun masuk dalam komponen #B yaitu peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun. Programnya adalah peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun dalam penggunaan benih bersertifikat juga dalam menerakan praktek budidaya yang baik.
Peningkatan akses pendanaan peremajaan tanaman bagi pekebun. Percepatan pembentukan dan penguatan kelembagaan pekebun. Peningkatan penyuluhan pertanian di kawasan sentra produksi kelapa sawit.
Sedang dalam komponen #D yaitu Tata Kelola Perkebunan dan Penanganan Sengketa program terkait pekebun adalah percepatan realisasi kewajiban perusahaan dalam memfasilitasi pembangunan kebun kelapa sawit berkelanjutan bagi masyarakat. Sedang dalam komponen #E dukunngan percepatan pelaksanaan sertifikasi ISPO dan akses pasar produk kelapa sawit program terkait pekebun adalah percepatan pelaksanaan sertifikasi ISPO untuk perusahaan dan pekebun.
Diana Chalil dari Consortium Studies on Smallholder Palm Oil, Universitas Sumatera Utara menyatakan ISPO akan meningkatkan kelembagaan organisasi petani. Hal ini penting karena banyak petani hanya mempunyai lahan 2 ha atau kurang sehingga harus masuk dalam kelembagaan. Tetapi ini tidak akan otomatis meningkatan aksi bersama tetapi harus ada peningkatan kapasitas dan keterampilan managerial.
ISPO akan meningkatkan kemampuan dan kepedulian petani soal penerapan praktek budidaya yang baik. Hal ini penting sebab banyak petani belum pernah menerima pelatihan, banyak yang belajar dari teman atau orang tua. Tetapi semua pengetahuan ini tidak bisa selalu dijalankan kalau petani tidak mampu membeli pupuk. Karena itu petani perlu diberi akses pendanaan dan sarana produksi.
ISPO dalam jangka pendek akan meningkatkan implementasi praktek budidaya yang baik sebab selama ini produktivitas dan harga yang diterima petani rendah. Tetapi tidak selalu diikuti dengan peningkatan produktivitas dan harga, sebab itu perlu kemitraan jangka panjang untuk menerapkan GAP dan meningkatkan produktivitas juga membeli TBS bermutu dengan harga premium.
ISPO juga akan meningkatkan pengetahuan petani soal best management practises dan ketelusuran untuk yang berlokasi di luar kawasan hutan. Masalahnya banyak petani tidak punya sertifikat hak milik dan ini berkaitan dengan debat masalah deforestasi. Tetapi hal ini tidak serta merta mengatasi masalah deforestasi karena petani yang bersertifikat sustainability baru 1% dan semuanya berada di luar kawasan hutan. Jalan keluarnya adalah perjelas arti deforestasi juga kebijakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan UU Cipta Kerja pasal 110 A dan 110 B.