Jakarta, Mediaperkebunan.id
Tommy Pratama, Direktur Eksekutif Traction Energy Asia menyatakan kebijakan biofuel sebagian besar masih mengandalkan bahan baku dari kelapa sawit, dengan risiko perluasan lahan sawit secara besar-besaran. Penggunaan kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel, khususnya biodiesel, berdampak pada ketersediaan sawit untuk produksi bahan pangan seperti minyak goreng.
Pada 2022, data GAPKI memproyeksikan konsumsi sawit untuk pangan mencapai 9,6 juta ton, sementara konsumsi sawit untuk biodiesel hampir menyusul di angka 8,8 juta ton. Kompetisi penggunaan sawit untuk biofuel ini pada akhirnya akan memicu deforestasi, karena perlunya perluasan lahan untuk memenuhi permintaan kedua sektor.
Berikut ini rekomendasi kebijakan biofuel
- Membekukan campuran biodiesel pada tingkat saat ini sebesar 35% dan melakukan evaluasi program yang komprehensif dan transparan, dengan menetapkan batasan luas lahan yang dapat digunakan untuk perkebunan kelapa sawit sampai evaluasinya selesai.
- Berhenti mengeluarkan izin baru, sambil mengevaluasi izin yang sudah ada.
- Memanfaatkan waktu untuk mengevaluasi tingkat target campuran biodiesel dan luas perkebunan kelapa sawit untuk meningkatkan pengelolaan data perkebunan dan industri kelapa sawit.
- Meningkatkan ketertelusuran dan transparansi untuk menghilangkan deforestasi dari rantai pasok biodiesel dengan mengembangkan skema rantai pasok biodiesel berkelanjutan yang mencakup petani kecil kelapa sawit.
- Mengembangkan bahan baku (feedstock) baru sebagai alternatif pengganti minyak sawit untuk biodiesel; dan mengadopsi kebijakan perlindungan dan keberlanjutan hutan alam yang lebih kuat dan komprehensif (perlu mencantumkan kebijakan-kebijakan ini), termasuk mengadopsi IBSI yang diperkuat.