Medan, mediaperkebunan.id – Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendukung dan memberikan apresiasi atas terlaksananya event Technology & Talent Palm Oil Mill Indonesia (TPOMI) yang rutin diadakan oleh Media Perkebunan Group dan Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (P3PI).
“Dukungan dan apresiasi itu termasuk bagi pelaksanaan acara “Menuju 3rd TPOMI 2025” bertema “Updating Technology & Talent Palm Oil Mill & Downstream” yang digelar di Hotel Santika Premiere Dyandra Medan, Rabu-Kamis (23-24/4/2025),” kata Hendra Leonard Siahaan ST MSE selaku Kepala Balai Standarisasi Pelayanan Jasa Industri (BSPJI) Medan Kemenperin saat menyampaikan kata sambutan.
Menurut Hendra Leonard Siahaan, dorongan untuk memperbaharui teknologi pengolahan sawit yang dilakukan melalui event TPOMI juga sejalan dengan Asta Cita atau Delapan Cita yang digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto yang sangat menginginkan dan memberikan fokus utama pada pengembangan industri agro melalui hilirisasi kelapa sawit.
Apalagi, kata dia, Indonesia kini menjadi produsen utama minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan minyak sawit inti mentah atau crude palm kernel oil (CPKO), dengan produksi mencapai 51,8 juta ton.
“Lalu, produk hilir sawit tumbuh pesat dari 54 jenis pada tahun 2010 menjadi 195 jenis pada tahun 2024,” ungkap Hendra Leonard Siahaan.
Kemenperin sendiri, sambung Hendra Leonard Siahaan, mendorong hilirisasi kelapa sawit dengan pendekatan kebijakan yang pro-nilai tambah, penggunaan teknologi teranyar, serta membangun daya saing.
“BSPJI Medan mendukung dengan layanan standardisasi, kalibrasi, sertifikasi, dan bimbingan teknis. Selain itu, Perguruan Tinggi Kimia dan Industri (PTKI) Medan dan Balai Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Industri turut mencetak tenaga kerja unggul untuk industri sawit,” tegas Hendra Leonard Siahaan.

Selain mengungkapkan dukungan, Hendra Leonard Siahaan mengatakan pemerintah juga menyadari ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi dalam industri perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, seperti persoalan legalitas bahan baku dari kebun rakyat yang diduga berada di dalam kawasan hutan.
“Dan hal itu tentu bakal memengaruhi ketersediaan bahan baku CPO. Juga ada problem teknologi ekstraksi minyak sawit, munculnya kampanye negatif dan hambatan ekspor sawit,” ucap Hendra Leonard Siahaan.
“Kemudian, ada tantangan lainnya, seperti keharusan agar dalam teknologi pengolahan sawit diberlakukan LCA rendah dan praktik bisnis berkelanjutan, dan terakhir adalah tantangan perlunya
melakukan inovasi dan riset industri hilir sawit,” ucapnya lagi.
Perlu diketahui bahwa yang dimaksud LCA oleh Hendra Leonard Siahaan adalah penilaian daur hidup atau life cycle assessment (LCA) yang merupakan sebuah metode sistematis untuk menilai dampak lingkungan suatu produk, proses, atau sistem selama seluruh siklus hidupnya, dari ekstraksi bahan baku hingga pembuangan.
Pertanyaan, apakah ada langkah strategis dari pemerintah untuk mengatasi semua tantangan di atas?
“Ada, pemerintah punya sejumlah langkah strategis untuk mempermudah pengembangan penerapan efesien dan teknologi dalam industri sawit, seperti memberlakukan pungutan ekspor (PE) CPO yang progresif, melakukan injeksi teknologi dan insentif,” bilang Hendra Leonard Siahaan.
Langkah strategis berikutnya, sambung Hendra Leonard Siahaan, adalah melakukan komersialisasi hasil riset pengembangan kelapa sawit, melakukan perbaikan tata kelola berbasis digital lintas kementerian dan lembaga (K/L).
“Menciptakan beragam produk pangan fungsional, pengelolaan biomassa kelapa sawit menjadi produk multiguna, penerapan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) di tingkat hilir, dan implementasi Peraturan Presiden (Perpres) 16/2025 Perpres Nomor 16 Tahun 2025 mengatur tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) secara utuh,” tegas Hendra Leonard Siahaan.