Jakarta, mediaperkebunan.id – Shamala Sundram, PhD dari Integrated Ganoderma Management, Plant Pathology & Biosecurity Unit, Malaysian Palm Oil Board menyatakan Ganoderma adalah masalah besar bagi sawit di Malaysia dan Indonesia. Masalah ini harus disikapi dengan serius dan Indonesia sudah melakukannya dengan adanya konsorsium Ganoderma GAPKI.
Penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan Ganodera boninense ini meningkat secara eksponensial. Survey MPOB tahun 1994-1995 terinfeksi 1,51%, pada 268 perkebunan dengan luas 31.197 ha; tahun 2009-2010 terinfeksi 3,71% pada 632 perkebunan luas 59.148 ha; tahun 2017-2018 terinfeksi 7,4%, pada 1.279 perkebunan, luas 221.000 ha. Tahun 2024 14% sekitar 440.000 ha. Kalau Indonesia mengalami seperti Malaysia maka ada 1,2 juta ha yang terinfeksi.
Kedepan pengendalian Ganoderma fokus pada kesehatan tanah secara biologi, kimia dan fisika. Kombinasi ketiganya merupakan sumber yang kaya untuk tanaman tahan secara alami. Pendekatan jangka pendek dan jangka panjang material tahan, deteksi dini, peran serangga vektor.
Setiari Marwanto, Kepala Pusat Penelitian Perkebunan, Organisasi Riset Pertanian BRIN menyatakan saat ini mekanisme molekuler enzimatik yang digunakan oleh Ganoderma untuk menginfeksi kelapa sawit masih belum diketahui dengan baik. Teknologi deteksi dini implementasinya di lapangan masih mahal dan terbatas pada skala penelitian atau perusahaan besar.
Teknologi agen hayati pengaruhnya masih belum stabil akibat kompleksitas faktor lingkungan, kondisi tanah dan metode aplikasi. Program pemuliaan terkendala oleh siklus hidup kelapa sawit yang panjang sehingga sulit mengevaluasi ketahanan secara cepat. Diversitas genetik kelapa sawit untuk ketahanan terhadap Ganoderma masih perlu diekplorIsasi di wilayah sumber plasma nutfah.
Ketua Konsorsium Ganoderma, Indra Syahputra menyatakan GAPKI, sebagai asosiasi perusahaan perkebunan sawit Indonesia membentuk Konsorsium Ganoderma Indonesia dan menjadi koordinator dengan anggota PIPPSI (Perhimpunan Ilmu Pemuliaan dan Perbenihan Sawit Indonesia) dan PFI (Persatuan Fitopatologi Indonesia). Konsorsium membagi beberapa kelompok kerja salah satunya data base Ganoderma.
Indra yang juga Director of Seed Production and Laboratories PT Socfindo minta perusahaan perkebunan sawit terbuka melaporkan serangan Ganoderma di kebunnya kepada konsorsium. “Lewat aplikasi Si Gano perusahaan bisa melaporkan serangan di kebunnya. Kalau semua lapor akan ada data sebaran data serangan Ganoderma sehingga riset akan semakin fokus untuk menanggulanginya,” katanya.
Salah satu kelompok kerja kosorsium adalah Awareness smallholder. Dasarnya adalah pekebun belum mengenal dan memahami bahaya Ganoderma, informasi serangan penyakit busuk pangkal batang di perkebunan rakyat terbatas, tidak tersedia data yang akurat dan tidak diketahui sebarannya. Padahal produktivitas pekebun rakyat sudah rendah kalau terserang Ganoderma akan semakin rendah.
Sasaran program adalah pekebun sawit, petugas Pengamat Organisme Penganggu Tumbuhan (POPT), petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan penangkar bibit sawit. Tujuan memberikan pengenalan, pemahaman dan motivasi pengendalian penyakit pangkal busuk batang terhadap SDM pekebun sawit; meningkatkan kepedulian terhadap bahaya Ganoderma; memetakan distribusi penyakit BPB pada perkebunan rakyat; mewujudkan POPT dan PPL sebagai training of traine terhadap pekebun; penangkar bibit sawit bisa menyiapkan benih siap salur tahan Ganoderma dengan mikroba agen hayati.
Ganoderma menjadi salah satu yang dibahas sangat penting pada acara TKS (Teknis Kelapa Sawit) dan Field Trip yang diselenggarakan Media Perkebunan dan GAPKI Kalteng di Sampit tanggal 28-29 April mendatang. Pada acara TKS Sampit ini ada 5 topik tentang Ganoderma yang dibahas.