Jakarta, mediaperkebunan.id – Kementerian Pertanian (Kementan) terus melakukan upaya pencapaian swasembada gula konsumsi melalui berbagai program. Pogram tersebut antara lain adalah intensifiasi dan ekstensifikasi, perbaikan sistem pembelian tebu petani, dan mendorong kemitraan petani dengan pabrik gula.
Produksi gula Indonesia selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan lebih dari 3,5 persen per tahun sampai mencapai 2,27 juta ton pada 2023. Namun, kebutuhan gula konsumsi hasil perhitungan prognosa pada periode ini mencapai 2,93 juta ton. Sehingga, perlu melakukan impor raw sugar maupun white sugar untuk menutupi kekurangan tersebut.
Kebutuhan gula konsumsi yang terus meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan adanya defisit gula sebesar 662.000 ton pada 2023.
Untuk mengatasi hal tersebut memerlukan kebijakan untuk mendorong pembangunan industri gula dan meningkatkan produksi tebu, terutama di perkebunan rakyat. Oleh karena itu, berikut ini adalah perumusan kebijakan untuk menjawab tantangan swasembada gula konsumsi nasional.
Berikut ini analisis masalah dan rekomendasi kebijakan untuk mencapai swasembada gula konsumsi nasional yang ditulis oleh Agnes Verawaty Silalahi dalam tulisannya bertajuk, “Kebijakan Pengembangan Tebu Menuju Swasembada Gula Konsumsi”.
Analisis masalah ketercapaian swasembada gula konsumsi nasional
Tulisan ini berangkat dari permintaan gula untuk konsumsi langsung dan industri yang terus meningkat dan tantangan mencapai swasembada nasional. Kebutuhan rata-rata gula konsumsi naik 2-23 persen dan gula industri naik 5-6 persen per tahun.
Kebutuhan gula nasional pada tahun 2022 sebesar 6,67 juta ton yang terdiri dari 3,29 juta ton gula konsumsi dan 3,38 juta ton gula industri. Gula nasional tahun 2022 sebesar 2,4 juta ton yang berasal dari Pabrik Gula (PG) BUMN dan PG Swasta. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan masih perlu tambahan gula sebesar 4,27 juta ton (Kepmenko Perekonomian nomor 418 tahun 2023).
Selanjutnya Risalah Rapat Koordinasi Teknis Bidang Pangan dan Agribisnis menyampaikan bahwa produksi gula 2023 adalah 2.271.000 ton. Padahal, kebutuhan gula konsumsi sebanyak 2.933.386 ton, sehingga terjadi defisit gula sebanyak 662.000 ton. (6 Desember 2023).
Penurunan produksi tebu dalam negeri kemudian menunjukan adanya tendensi pada gejolak harga, yaitu harga meningkat apabil produksi dalam negeri menurun. Menurut Agnes, pembatasan impor tidak dapat menjadi solusi sepenuhnya karena justru dapat menekan harga gula dalam negeri. Sehingga, perlu mengalihkan kebijakan pengendalian impor pada penguatan industri gula dalam negeri.
Areal tebu Indonesia terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Pertanaman tebu PR dinilai lebih berfluktuatif dari pertanaman di PBN dan PBS.
Selama periode tahun 2013-2022 terjadi penurunan luas panen tebu di PR. Penurunan mencapai 2,10%, PBS naik 2%, dan PBS naik 1,82%. Lalu pada tahun 2013, luas panen tebu di Indonesia hanya seluas 466,64 ribu ha. Kemudian turun menjadi 444,83 ribu ha pada tahun 2021.
Berdasarkan hasil estimasi Ditjen Jenderal Perkebunan, luas panen tebu tahun 2023 mencapai 430,50 ribu ha atau turun 3,22 persen dari tahun sebelumnya. Kemudian, rata-rata 10 tahun terakhir menunjukkan kontribusi panen tebu dominan berasal dari PR mencapai 58,26 persen, (kontribusi PBS: 26,84 persen; PBN: 14,90 persen). (Statistik Perkebunan, 2023).
Berdasarkan data-data di atas, perkebunan rakyat memiliki porsi besar baik dari segi luas lahan dan sebagai penyumbang produksi tebu Indonesia. Kemudian perkembangan produktivitas yang masih di bawah PBN dan PBS mengharuskan perkebunan rakyat meningkatkan produksi.
Berikut ini adalah dua cara sebagai upaya untuk meningkatkan produksi di perkebunan rakyat:
Ekstensifikasi
Ekstensifikasi adalah perluasa areal tebu untuk meningkatkan produksi tebu rakyat. Namun, perluasan areal tanam tebu di Indonesia cukup sulit lantaran terbatasnya ketersediaan lahan yang cocok.
Selain itu, tebu sangat bersaing dengan komoditas pangan lainnya, terutama padi dan palawijaya. Terbukti dengan stagnannya perkembangan luas panen tebu selama sepuluh tahun terakhir (2013-2022). Pada rentang tahun tersebut terjadi penurunan luas panen tebu PR mencapai 2,10 persen.
Perluasan areal tebu tersebut perlu mempertimbangkan keberadaan PG yang sebagian besar melakukan eksisting di Pulau Jawa tapi belummencapai kapasitas giling yang optimal. Sehingga, melakukan perluasan areal tebu di pulau Jawa relatif sulit terwujud.
Intensifikasi
Melakukan intensifikasi tanaman tebu memiliki dua cara, yaitu bongkar ratoon dan rawat ratoon. Melakukan bongkar dan rawat ratoon merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan produktivitas, karena perkebunan swasta sudah berhasil melakukan hal tersebut.
Target peningkatan produksi gula yang harus tercapai minimal sebesar 662.000 ton dengan intervensi lahan tebu rakyat seluas 298.298 ha. (data statistik perkebunan 2023). Pelaksanaan intensifikasi ini baru dapat meningkatkan produksi optimum tebu apabila menggunakan benih unggul bermutu dengan pengelolaan yang sesuai dengan GAP.
Kemudian, pelaksanaan kegiatan harus bertahap, berdasarkan ketersediaan beih, kondisi pola tanam, dan kapasitas serta jadwal giling tebu masing-masing PG. Peningkatan produksi tebu di pulau Jawa berpotensi mampu mempercepat pencapaian swasembada gula konsumsi.
Hal tersebut terlihat dari bagaimana pulau Jawa menyumbang 73% dari total produksi nasional. Di pulau Jawa juga terdapat 40 PG dengan kapasitas 186.450 TCD, produksi eksisting di pulau Jawa baru 21.252.900 ton dari kapasitas optimumnya 22.375.000 ton.
Rekomendasi kebijakan untuk capai swasembada gula konsumsi
Berdasarkan data dan analisis di atas, kebijakan yang dapat menjadi upaya untuk meningkatkan produksi tebu menuju swasembada gula konsumsi antara lain:
- Melakukan Bongkar ratoon secara keseluruhan luas tebu rakyat selama dua tahun, terutama fokus di Pulau Jawa
- Melakukan rawat ratoon selama periode 5 tahun, terutama fokus di Pulau Jawa.
- Melakukan Perluasan lahan tebu dan pembangunan pabrik gula baru.
- Peningkatan pendapatan petani selain dari tebu untuk meningkatkan kemampuan merawat kebun tebunya.
- Mencarikan sumber pembiayaan yang memungkinkan untuk petani dengan menetapkan regulasi (memberikan kewajiban bagi PG untuk membantu petani plasmanya).
Dengan mengikuti rekomendasi kebijakan tersebut, penulis optimis swasembada gula konsumsi nasional dapat tercapai dengan periode waktu tiga tahun.