Bogor, mediaperkebunan.id – Para pakar dari tiga pusat studi yang ada di bawah naungan Lembaga Riset Internasional Pembangunan Sosial, Ekonomi dan Kawasan (LRI PSEK) Institut Pertanian Bogor (IPB) University menyoroti ketimpangan gender yang ada di industri perkebunan kelapa sawit nasional.
Tiga pusat studi yang dimaksud, seperti dikutip mediaperkebunan.id dari laman resmi IPB University, Jumat (30/5/2025), adalah Pusat Studi Agraria, Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, dan Pusat Kajian Gender dan Anak.
Sorotan tersebut dikemukakan para pakar berdasarkan hasil penelitian yang mendalam di tiga kabupaten sentra perkebunan kelapa sawit dan melibatkan 600 responden perempuan.
Tiga kabupaten yang dimaksud adalah Asahan di Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Siak di Provinsi Riau, serta Kutai Kertanegara (Kukar) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Proses penelitian tentang kesetaraan gender di perkebunan kelapa sawit itu sendiri dikerjasamakan dengan pihak kampus University of Illinois dari Amerika Serikat (AS) dan dipaparkan secara daring melalui sebuah seminar berskala nasional beberapa waktu yang lalu.
Seminar nasional tersebut bertajuk “Partisipasi Perempuan dan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia: Bagaimana Kebijakan Pemerintah Perkebunan Mendukung Kesetaraan Gender”.
Seminar ini menghadirkan tiga akademisi IPB University: Dr. Dyah Ita Mardiyaningsih, Dr. Widyastutik, dan Dr. Bayu Eka Yulian. Ketiganya memaparkan hasil riset kolaboratif dengan University of Illinois mengenai peran perempuan dalam industri sawit dan tantangan kesetaraan gender yang mereka hadapi.
Dr Dyah Ita Mardiyaningsih yang merupakan Sekretaris Pusat Studi Agraria IPB University, menekankan pentingnya data terpilah gender dalam merumuskan kebijakan publik.
“Tanpa data yang adil, kelompok perempuan akan terus terpinggirkan dari ruang pengambilan keputusan,” ujarn Dr. Dyah Ita Mardiyaningsih.
Dr. Dyah Ita Mardiyaningsih juga menyoroti fakta bahwa perempuan pekerja di perkebunan kelapa sawit mengalami beban ganda, serta kurangnya pengakuan terhadap kontribusi ekonomi mereka.
Hasil penelitian di Asahan, Siak, dan Kutai Kartanegara itu menunjukkan bahwa mayoritas pekerja perempuan di perkebunan kelapa sawit hanya berpendidikan rendah, mulai dari tingkat SD hingga SMA.
Dr. Dyah Ita Mardiyaningsih menekankan perlunya kebijakan afirmatif untuk meningkatkan partisipasi perempuan dan mengurangi ketimpangan gender.
Sementara itu Dr. Widyastutik, dosen Ilmu Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, mengungkapkan bahwa perempuan bukan hanya pencari nafkah tambahan melainkan juga pilar utama ekonomi keluarga.
“Mereka aktif dalam investasi rumah tangga seperti tabungan, pembelian ternak, dan properti. Ini menunjukkan kemandirian finansial perempuan di tengah keterbatasan,” jelas Dr. Widyastutik.
Dr. Widyastutik merekomendasikan penguatan literasi keuangan serta program afirmatif berbasis gender sebagai langkah penting untuk memberdayakan perempuan.
Sementara itu, Dr Bayu Eka Yulian, dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB University, mengangkat isu struktural dalam industri sawit yang maskulin dan belum ramah terhadap kebutuhan dasar perempuan.
Dalam seminar nasional itu Dr. Bayu Eka Yulian menyoroti masih terbatasnya fasilitas seperti ruang laktasi, toilet yang layak, dan tempat penitipan anak.
“Diskriminasi upah, pelecehan seksual, hingga minimnya partisipasi dalam pengambilan keputusan menjadi tantangan nyata yang harus segera diatasi,” kata Dr. Bayu Eka Yulian.
Ketiga narasumber sepakat bahwa peningkatan partisipasi perempuan di industri sawit memerlukan pendekatan holistik, mulai dari pengumpulan data terpilah, literasi finansial, hingga perlindungan hukum.
Hasil penelitian di tiga kabupaten sentra perkebunan kelapa sawit itu akan dituangkan dalam policy brief untuk pemerintah dan perusahaan sawit, serta dipublikasikan dalam jurnal internasional bereputasi.
Sekadar memberitahukan bahwa polici brief itu adalah sebuah ringkasan analisis kebijakan yang disajikan secara singkat, fokus, dan mudah dipahami oleh para pembuat kebijakan
Rekomendasi utama dari seminar ini mencakup penyusunan kebijakan afirmatif, penguatan regulasi, serta penyediaan sistem pelaporan kekerasan yang aman dan terintegrasi.
Harapannya, hasil ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah dan pelaku industri kelapa sawit untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan inklusif bagi perempuan.