Tangerang, mediaperkebunan.id – Kejayaan kakao Indonesia harus kembali dengan tujuan memenuhi kebutuhan industri dalam negeri dan peningkatan kesejahteraan petani dengan jangka waktu 2024-2028, salah satunya dengan teknologi. Permasalahan budidaya kakao Indonesia adalah produktivitas rendah; penurunan kesuburan tanah; perubahan iklim, berdampak pada meningkatnya intensitas serangan OPT dan musim kering/basah yang tidak normal; kualitas mutu biji masih rendah; alih fungsi perkebunan kakao. Dini Astika Sari, Kepala Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, PT Riset Perkebunan Nusantara menyatakan hal ini pada hari Kakao Indonesia.
Penurunan produksi di Indonesia sebagian besar tanaman tua sehingga perlu peremajaan dan perluasan area di luar sentra produksi; kesejangan penyediaan bahan tanam unggul sehingga memerlukan metode perbanyakan massal dan sistem distribusinya dan pengembangan satu jenis klon secara massal menurunkan produksi (isu kompabilitas); belum seluruh petani mampu menerapkan GAP dengan baik, di dalamnya petani perlu pelatihan dan pendampingan; keterbatasan tenaga penyuluh; rendahnya minat generasi muda.
Dukungan teknologi pengembangan kakao adalah bahan tanaman unggul/tahan hama penyakit; metode perbanyakan bibit unggul secara massal; teknologi GAP yang tidak padat karya efiseiensi input produksi dan keamanaan pangan; transfer teknologi dan kelembagaan petani.
Puslitkoka punya banyak bahan tanaman unggul kakao, bahan tanaman klonal DR 1, DR 2, ICCRI 03, ICCRI 07, Sulawesi 7, MCC 01, MCC 02, ICCRI 09, Monika I, Monika 2. Bahan tanam hibrida ICCRI 06H yang merupakan hibrida unggul tahan VSD dan tahan kering dengan potensi hasil 1,5-2,2 ton/ha, berat per biji kering 1-1,1 g, kadar lemak 50,6-54,3%, ketahanan OPT VSD. ICCRI 08H tahan VSD dan tahan kering potensi hasil 2,5-2,7 ton/ha, berat perbiji kering 1-1,2 g, kadar lemak 54,1-54,8&, ketahanan OPT moderat tahan VSD dan tahan busuk tahan.
Inovasi teknik perbanyakan klonal setek tunas plagiotrop , setek tunas ortotop, somatic embryogeneis. Setek plagiotrop tidak perlu batang bawah sehingga lebih efisien; tanaman identik secara genetik; keragaan tanaman seperti tanaman sambung pucuk. Perbanyakan bisa masal dan pengiriman mudah.
Setek ortotoprik permukaan batang utama lebih luas guna mendukung perkembangan buah secara baik sehingga ukuran buah secara baik dan biji akan lebih besar; manajemen pangkasan lebih mudah; sirkulasi udara kebun lebih baik sehingga dapat mengurangi kelembaban udara guna menekan serangan jamur phytopthora; perakaran tanaman lebih banyak sehingga tanaman akan tahan kering dan umur lebih panjang.
Teknologi adaptasi penanaman kakao pada kondisi perubahan iklim dengan penggunaan varietas toleran, penanaman penaung yang tepat, konservasi air, integrasi dengan tanaman lokal, pengolahan limbah organik (siklus tertutup), pengelolaan kelembaban tanah. Integrasi kakao yang sudah terpraktekkan dan berhasil adalah kakao durian, kakao kelapa, kakao karet, kakao –leucena+pisang.
Teknologi budidaya yang tersedia dan siap guna oleh petani kakao adalah pengendalian hama penyakit, peningkatan kesuburan tanah, mitigasi perubahan iklim, replanting/rehabilitasi. Untuk meningkatkan struktur tanah dan meningkatkan daya serap air maka perlu mekanisasi lubang tanam dan biopori. Di sekeliling tanaman kakao 30-50 cm dibuat lubang dengan kedalaman 50-100 cm, isi lubang dengan bahan organik.
Kisah sukses petani yang menerapkan GAP kakao petani Haji Pase di Desa Epea, Kecamatan Abuki, Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara, dengan luas tanam 6 ha, sambung samping 2010 , tanaman klonal dengan klon Sulawesi Sulawesi 02, produktivitas 3 ton/ha/tahun, pendapatan Rp500 juta/tahun. Riswanto, lokasi Desa Banjar Agung, Lampung Timur, jenis klon yang ditanam MCC 02, produktivitas saat umur 2 tahun, 2,3 ton/ha/tahun.
Strategi pengembangan kakao berkelanjutan adalah peningkatan produktivitas dan kualitas hasil tanaman melalui intensifikasi dan peremajaan/tanaman baru. Dukungan pendanaan kondisi TM intensifikasi, bantuan selama 2 tahun, peremajaan/penamaman baru , bantuan selama 4 tahun; pelatihan petugas penyuluh dan petani; pembentukan kluster berbasis kakao.