Jakarta, mediaperkebunan.id – Peremajaan kelapa sawit atau replanting menjadi langkah penting dalam menjaga stabilitas hasil perkebunan di Indonesia, khususnya bagi kebun kelapa sawit yang sudah berusia 20 hingga 25 tahun.
Dua metode replanting yang kini menjadi pilihan adalah underplanting dan tumpang sari. Dengan menerapkan metode yang sesuai, petani dan pelaku industri dapat menjaga produktivitas dan memperpanjang umur perkebunan tanpa mengorbankan lahan.
Replanting Sawit Sistem Underplanting
Sistem underplanting adalah metode replanting yang dilakukan dengan menanam tanaman muda di antara tanaman tua yang akan diremajakan. Dalam metode ini, pohon tua tidak ditebang sekaligus, melainkan bertahap melalui peracunan sekitar 50% dari populasi pohon setiap tahunnya. Setelah pohon-pohon tua mati, tanaman baru akan mendapatkan ruang tumbuh yang optimal.
Menurut dokumen Standar Operasional Prosedur (SOP) dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), proses underplanting di mulai dengan pemancangan, di ikuti oleh tahap peracunan pada pohon-pohon tua untuk mematikan sekitar separuh populasi.
Pada tahun-tahun berikutnya, pohon-pohon yang tersisa juga akan di racun dan di tebang secara bertahap hingga semua pohon lama digantikan oleh pohon baru. Sistem ini membantu menjaga pendapatan petani selama proses replanting karena tanaman tua yang masih produktif tetap menghasilkan buah.
Selain itu, underplanting juga mengurangi risiko infeksi penyakit akar seperti Ganoderma, dengan penanaman pohon baru di antara jalur tanaman lama. Namun, peracunan pohon tua harus di lakukan dengan teknik khusus untuk memastikan tanaman baru mendapatkan nutrisi dan cahaya yang cukup.
Replanting Sawit Sistem Tumpang Sari
Teknik replanting lainnya adalah sistem tumpang sari, yaitu penanaman tanaman sela seperti jagung, kacang tanah, atau kedelai di antara barisan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan.
Berdasarkan SOP PPKS, tanaman sela sebaiknya di tanam enam bulan setelah bibit kelapa sawit di tanam, agar akar sawit sudah cukup berkembang dan tidak terganggu oleh tanaman lain.
Manfaat utama dari sistem tumpang sari adalah di versifikasi hasil panen. Selain itu, tanaman sela dapat berperan sebagai pelindung tanah dari erosi dan meningkatkan kesuburan tanah melalui siklus nutrisi yang sehat.
Sistem ini juga membantu menjaga produktivitas selama periode Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), yaitu 0-3 tahun setelah penanaman bibit kelapa sawit. Pemeliharaan tanaman sela menjadi bagian penting dalam metode tumpang sari. Tanah di olah dan di berikan pupuk dasar untuk memaksimalkan hasil tanaman sela.
Selain itu, tanaman seperti kedelai membutuhkan penyiangan dan pengendalian hama. Dapat di lakukan dalam dua tahap, yaitu pada awal pertumbuhan dan setelah tanaman berbunga.