2024, 4 April
Share berita:

Jakarta, mediaperkebunan.id Supernova Ecosystem akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan konservasi hutan melalui instrumen pendanaan hijau (green investment) UMKM berkelanjutan yang akan dikembangkan pada tahun 2030. Sebanyak 120 bisnis berkelanjutan yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan konservasi hutan akan didukung instrumen pendanaan hijau Supernova Ecosystem.

Melalui acara disuksi media “Inovasi Instrumen Pendanaan Hijaun untuk UMKM Berkelanjutan” pada hari Rabu (04/03) Supernova Ecosystem ungkap target pendanaannya. Program investasi berbasis restorasi dan konservasi lingkungan Supernova Ecosystem diharapkan bisa menyerap sebanyak 7 juta ton CO2, menyelamatkan 700 ribu hektar area hutan, dan menciptakan 13.000 lapangan kerja bagi masyarakat adat.

“Sebagai katalis pendanaan bisnis berkelanjutan, Supernova Ecosystem berperan untuk mempertemukan (matchmaking) pemilik usaha, pemodal, dan pemerintah. Terdapat dua program unggulan untuk mewujudkan ini, yaitu Konstelasi Accelerator dan Equatora Capital. Harapannya, ini dapat mengatasi kesenjangan risiko bisnis ramah lingkungan dan sosial yang terjadi di sepanjang rantai pasok.” jelas Inez Stefanie, Equator Capital Partner Supernova Ecosystem.

Kemudian, Inez menyampaikan target jangka pendek Supernova Ecosystem di tahun 2025. Melestarikan lahan seluas 35.000 hektar yang berdapkan pada 3.500 petani hutan, petani ikan, dan petani perkebunan pada tiga komoditas (tengkawang, nilam, dan ikan gabus) dan mengembangkan tujuh komoditas utama (coklat, kelapa, jambu mete) yang sebagian berlokasi di bagian timur Indonesia akan menjadi target Supernova Ecosystem pada tahun 2025.

Kolaborasi multipihak antara Supernova Ecosystem dengan para mitra seperti Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) dan lainnya menjadi fokus agar tujuan bisnis berkelanjutan dapat tercapai.

“Kami menginisiasi konsep dan kerangka kerja Value Chain Collaboration Canvas (VC3) untuk mendorong dan memfasilitasi kolaborasi berkelanjutan antar pelaku ekosistem dengan fokus pada sektor agroforestri dan komoditas. Sebagai lembaga bagian dari KEM, kelompok kerja Konstelasi Akselerator Supernova Ecosystem memimpin dan membantu pendampingan UMKM Hijau. Sedangkan kelompok kerja Equatora Capital memimpin di kelompok kerja penggalangan
dana,” imbuh Inez.

Baca Juga:  BPDPKS TAHUN INI SUDAH LATIH 6.300 PEKEBUN

Dalam usaha mencapai tujuannya, Supernova Ecosystem dihadapkan berbagai tantangan dalam mengambangkan UMKM hijau atau bisnis berkelanjutan di Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Ahli Ekonom dan Lingkungan, Dr. Mubariq Ahmad.

“Tantangan pertama, untuk mengembangan UMKM Hijau dari segi penyedia dana, yaitu belum banyaknya pendanaan dari pemerintah yang berfokus untuk pengembangan UMKM Hijau dan terbatasnya ketersediaan fasilitas investasi berdampak untuk pemilik usaha,” ungkap Mubariq.

Lebih lanjut, Mubariq menyampaikan tantangan kedua yang harus dihadapi, yaitu tidak adanya kesadartahuan terhadap penggunaan bank konvensional dan kemampuan pemilik usaha untuk mengaksesnya.

“Dengan demikian para pemilik UMKM perlu diberikan akses ke dalam empat kerangka kerja ekonomi berkelanjutan, diantaranya adalah akses pendanaan, pengembangan kapasitas UMKM, akses pada teknologi, dan pada akses pasar,” tambahnya.

Kendati demikian, Mubariq yakin Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan bisnis berkelanjutan karema kemampuan UMKM dalam berkontribusi dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB) negara.

“Hingga kini, UMKM mampu berkontribusi terhadap 61% pendapatan domestik bruto (PDB) negara. Jika model business as usual bisa diubah menjadi bisnis berkelanjutan, maka sektor ini berpotensi membawa dampak besar pada upaya target pengurangan emisi karbon nasional sekaligus pertumbuhan ekonomi,“ tuturnya.

Kemudian, Mubariq menyampaikan perlunya dukungan konkrit dan intervensi langsung dari pemerintah dalam bentuk regulasi pada bisnis UMKM berkelanjutan. Misalnya, sumber permodalan pada program pemerintah yang sudah ada seperti program Kredit Usaha Rakyat (KUR), program Investment Facility, badan layanan umum (BLU) pemerintah, dan pemberdayaan masyarakat berbasis credit union.

Praktisi Kebijakan Keuangan Berkelanjutan, Dr. Mahpud Sujai juga menyampaikan inisiatif dari pemerintah untuk mendorong bisnis berkelanjutan melalui adanya payung regulasi yang dapat menjadi dasar bagi keuangan keberlanjutan Indonesia.

Baca Juga:  Dolomit, Kunci Mendongkrak Produktivitas Rawa

“Salah satu payung regulasi untuk mengembangkan bisnis berkelanjutan adalah regulasi Taksonomi Hijau Berkelanjutan Indonesia (TKBI). TKBI akan melindungi implementasi penerapan keuangan berkelanjutan, termasuk pembiayaan terhadap transisi menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelas Dr. Mahpud.

“Walaupun masih ditemukan banyak tantangan pada pelaksanaannya, TKBI diharapkan dapat menaungi inovasi atas skema pendanaan hijau, terutama bagi entitas yang berperan sebagai perantara dalam proses menemukan pemilik usaha dan investor yang tepat dan berkomitmen mendukung usaha sesuai dengan skalanya.” lanjutnya.

Mitra dari Supernova Ecosystem, LTL dan KEM merupaka wujud nyata kolaborasi yang bertujuan untuk mencapai bisnis berkelanjutan melalui berbagai program pengembangan bisnis di 9 anggota kabupaten lestari.

Kabupaten anggota LTKL berkomitmen untuk membangun model ekonomi yang menekankan pada inovasi berbasis alam yang ramah sosial dan ramah lingkungan dengan mendorong tumbuhnya usaha lestari yang berfokus pada pengembangan produk bernilai tambah dari potensi komoditas lestari di yurisdiksi kabupaten LTKL. Harapannya, perputaran ekonomi lokal di wilayah kabupaten dapat tumbuh dari usaha menjaga hutan, gambut dan ekosistem penting, sekaligus mempersiapkan produk-produk dari usaha hijau ini dapat mengakses pasar nasional.