Jakarta, mediaperkebunan.id – Pada Kamis, 13 Maret 2025 telah dilakukan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) antara HIPKI (Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia) dengan APKI (Asosiasi Petani Kelapa Indonesia). Penandatanganan MoU bertajuk “Penyelenggaraan dan Pengelolaan Kelapa Bulat dalam Upaya Penguatan Stabilitas Pasokan Kelapa Dalam Negeri serta Keberlangsungan Kesejahteraan Petani Kelapa” dilakukan di Menara Kadin Indonesia, Jl. H. R. Rasuna Said, Jakarta, sekaligus disaksikan langsung oleh Pimpinan KADIN (Kamar Dagang dan Industri).MoU antara HIPKI dan APKI dilatarbelakangi oleh kondisi darurat kelapa Indonesia selama lebih dari 6 bulan terakhir.
Dua tahun terakhir (2023-2024) Indonesia mengalami fenomena El Nino, yang berdampak pada musim panas berkepanjangan dan mengakibatkan penurunan jumlah hasil panen kelapa, atau yang dikenal dengan istilah “ngetrek pohon”, dan ini mengakibatkan berkurangnya jumlah kelapa yang dapat dipanen secara signifikan. Disisi lain permintaan akan kelapa bulat dunia semakin meningkat. Sehingga negara tetangga (Malaysia, Thailand, China, dan Vietnam) membeli dan memborong kelapa bulat dari Indonesia, sebagai satu-satunya negara produsen kelapa yang belum memiliki regulasi larangan ekspor kelapa bulat. Dan ini memicu kenaikan harga kelapa bulat dan juga kelangkaan kelapa di Indonesia.
Sejak awal tahun ini semakin banyak media di berbagai daerah yang memberitakan kenaikan harga kelapa bulat dan juga santan. Khususnya saat Ramadhan sekarang dan menjelang Lebaran jumlah pemberitaan terkait kenaikkan harga dan kelangkaan kelapa tersebut semakin masif. Kondisi ini membebani ibu rumah tangga, pelaku UMKM, pengusaha katering dan restoran yang menggunakan bahan dasar kelapa.
Dampak lainnya, banyak industri kelapa di Indonesia yang tidak bisa berproduksi sesuai kapasitas, karena tidak adanya bahan baku kelapa. Bahkan sudah banyak industri kelapa Indonesia yang melakukan PHK tenaga kerja serta stop produksi. Namun, fakta miris lainnya yang muncul adalah kenaikan harga kelapa tersebut tidak dinikmati oleh petani kelapa, melainkan oleh pihak eksportir yang menjual kelapa tanpa izin dan tanpa memberikan kontribusi yang adil bagi bangsa Indonesia.
Pada tanggal 24 Februari 2025, HIPKI dan APKI bersama dengan beberapa asosiasi di bidang industri pengolahan kelapa dan asosiasi petani kelapa di Indonesia telah mengadakan rapat khusus dengan Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia sebagai bentuk keprihatinan akan dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kondisi darurat tersebut di atas. Sebelumnya, asosiasi industri dan petani kelapa di Indonesia juga telah melakukan pertemuan dengan berbagai Kementerian membahas kondisi darurat kelapa tersebut. Baik dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, juga Kementerian Investasi dan Hilirisasi.
Salah satu hasil diskusi dan audiensi di atas, Menteri Perindustrian pada 24 Februari 2025 telah mengirimkan surat kepada Menko Perekonomian RI dan Ketua Satgas Percepatan Hilirisasi terkait mitigasi kelangkaan bahan baku kelapa. Dan selanjutnya pada 10 Maret 2025 dilakukan rapat koordinasi Sekretariat Komisi Pengarah BPDP menindaklanjuti Surat Menteri Perindustrian kepada Menko Perekonomian RI untuk membahas pungutan ekspor komoditi kelapa dan kakao. Ini semua tentu merupakan upaya bersama untuk mengatasi kelangkaan kelapa sekaligus mempercepat program hilirisasi kelapa di Indonesia.
Sebagai bentuk tindak lanjut atas berbagai pertemuan di atas, HIPKI dan APKI bermaksud untuk bersama-sama membangun jalinan hubungan kerja sama yang saling menguntungkan, dalam rangka mencari langkah yang konkrit dan solutif terkait penyelenggaraan dan pengelolaan kelapa bulat dalam upaya menciptakan stabilitas pasar dalam negeri serta keberlangsungan kesejahteraan petani kelapa.
“Kita tentu ingin kelapa bisa naik kelas. Sehingga kekayaan kelapa yang dimiliki Indonesia, bisa dimanfaatkan untuk sebesar kemajuan bangsa serta berkontribusi dalam peningkatan perekonomian negara. Dengan kelapa diolah di dalam negeri menjadi berbagai produk turunan kelapa, maka akan mempunyai nilai tambah, sekaligus menyerap tenaga kerja, menumbuh kembangkan ekonomi lokal, serta meningkatkan pemasukan negara,” ungkap Jeffrey Koes Wonsono (Wakil Ketua Umum I HIPKI).
Keberadaan kelapa tentunya tak bisa dipisahkan dari petani kelapa. Terutama karena lebih dari 99% kebun kelapa di Indonesia adalah milik rakyat. Sehingga keberlangsungan kelapa akan bergantung kepada petani kelapa.
“Sinergi petani kelapa dan industri pengolahan kelapa di Indonesia sangat diperlukan. Dengan ditandatanganinya MoU ini, kita berharap bisa mendukung keberlanjutan kesejahteraan petani kelapa, “ jelas Soepri Hadiono, Ketua Umum APKI.
Hilirisasi Kelapa
Nota kesepahaman HIPKI dan APKI sejalan dengan MoU antara Kementerian Pertanian RI dan KADIN Indonesia pada Senin, 10 Maret 2025. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman dalam jumpa pers seusai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama Ketua Umum KADIN Indonesia Anindya Bakrie, mengatakan bahwa hilirisasi kelapa menjadi hal penting sehingga memiliki nilai yang tinggi ketika diekspor, sebab terdapat bahan baku yang sudah tersedia.
“Kami bahas tadi hilirisasi pangan. Yang kita mau hilirisasi adalah kelapa. Kelapa kan bahan bakunya sudah ada,” kata Menteri Pertanian di Jakarta.
Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa produk kelapa yang sebelumnya diekspor dalam bentuk mentah kini diharapkan bisa memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Proses hilirisasi kelapa diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani, meningkatkan devisa negara, serta membantu mengurangi kemiskinan di daerah penghasil kelapa. Hal ini juga membuka peluang pasar yang lebih besar bagi produk olahan kelapa.
HIPKI dan APKI mendukung program hilirisasi kelapa di Indonesia. Dan nota kesepahaman antara HIPKI dan APKI merupakan bukti keseriusan menindaklanjuti apa yang telah disepakati juga oleh Kementerian Pertanian RI dan KADIN Indonesia. Karena dengan hilirisasi kelapa diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani, meningkatkan devisa negara, serta membantu mengurangi kemiskinan di daerah penghasil kelapa.
“Sudah saatnya bersama-sama membangun jalinan hubungan kerja sama yang saling menguntungkan, dalam rangka mencari langkah yang konkrit dan solutif terkait penyelenggaraan dan pengelolaan kelapa bulat dalam upaya menciptakan stabilitas pasar dalam negeri serta keberlangsungan kesejahteraan petani kelapa,” pungkas Soepri Hadiono.Devi Erna Rachmawati, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Pertanian, menekankan bahwa kolaborasi yang terjalin antara industri dan petani ini akan memastikan setiap tahapan dalam program hilirisasi kelapa dapat terlaksana secara optimal.
“Sinergitas yang erat antara sektor industri dengan para petani memiliki peran yang sangat krusial dalam mendorong keberhasilan program hilirisasi kelapa, sehingga tujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk kelapa, memperkuat daya saing di pasar global, serta meningkatkan kesejahteraan petani dapat tercapai,” ujar Devi, yang bertindak sebagai saksi dan juga berperan signifikan dalam memfasilitasi penandatanganan nota kesepahaman antara HIPKI dan APKI.