Jakarta, mediaperkebunan.id – Mulai tahun depan, bioavtur atau sustainable aviation fuel (SAF) yang berbasis minyak nabati, terutama minyak kelapa sawit, yang diproduksi oleh PT Pertamina (Persero) bakal dipakai secara perdana oleh Pelita Air.
Salah satu sumber minyak kelapa sawit yang dipakai raksasa badan usaha milik negara (BUMN) untuk memproduksi bioavtur adalah limbah dari minyak goreng sawit yang kerap disebut dengan nama minyak jelantah atau used cooking oil (UCO).
“Pada tahun depan, atau di 2026, SAF dari UCO bisa digunakan secara komersial,” kata SVP Research & Technology Innovation PT Pertamina (Persero), Oki Muraza, dalam sebuah keterangan resmi yang diperoleh Mediaperkebunan.id, Jumat (14/3/2025).
Kata Oki Muraza, sebelumnya pengembangan SAF yang telah dilakukan Pertamina menggunakan minyak kelapa sawit dalam bentuk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) atau refined bleached deodorized palm kernel oil (RBDPKO).
Oki Muraza mengatakan, Perrami menargetkan pada kuartal pertama tahun 2026, SAF akan digunakan dalam sebuah penerbangan gembira atau joy-flight pada pesawat Pelita Air yang merupakan maskapai penerbangan milik Pertamina Group.
Pada tahun 2025 ini, kata Oki Muraza, bahkan SAF mengalami peningkatan manfaat, tak hanya mengurangi emisi karbon di sektor transportasi udara, tetapi sekaligus menjawab persoalan sampah rumah tangga dan limbah industri.
“Langkah Pertamina dimulai dengan mengumpulkan UCO dari berbagai sumber, termasuk dari kalangan rumah tangga, restoran, dan industri pengolahan makanan,” ungkap Oki Muraza.
Dia menjelaskan bahwa teknologi yang dipakai untuk pengolahan bahan baku SAF menggunakan jalur hydroprocessed esters and fatty acids (HEFA).
Dengan demikian, sambung Oki Muraza lagi, teknologi itu memungkinkan konversi minyak jelantah menjadi bahan bakar yang kompatibel dengan infrastruktur penerbangan yang ada.
Oki mencatat, potensi pengumpulan UCO di Indonesia dapat mencapai 1,24 juta kiloliter (KL) per tahun. Namun pihaknya menghadapi kendala dan tantangan seperti kurangnya kesadaran di tingkat masyarakat.
“Dalam hal ini tentang mekanisme pengumpulan dan distribusi lokasi sumber UCO yang tersebar luas, dan tentu ini masih menjadi hambatan utama,” tegas Oki Muraza.