2nd T-POMI
2022, 15 Mei
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Indonesia memuat surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Dalam surat yang ditandatangani Ketua Dewan Pembina Gamal Nasir, Ketua Umum Setiyono, Sekjen Bambang Gianto dan 17 Ketua DPD minta Presiden segera mencabut larangan ekspor. Kebijakan ini sangat memukul kehidupan petani.

Isi Surat Terbuka sebagai berikut :

SURAT TERBUKA Kepada Bapak Joko Widodo Presiden Republik Indonesia

KAMI PETANI KELAPA SAWIT YANG TERGABUNG DALAM ASPEKPIR INDONESIA

Hari Raya Idul Fitri kemarin tidak ada gejolak dan kelangkaan minyak goreng padahal kebutuhan meningkat tajam. Artinya kebijakan pelarangan ekspor mampu mempengaruhi pasokan di dalam negeri.

Karena tujuan sudah tercapai maka saatnya pemerintah mencabut larangan ekspor CPO dan produk turunannya.

Kebijakan yang berlaku sejak tanggal 28 April dan sampai sekarang belum dicabut ini sudah menghancurkan ekonomi petani sebagai komponen paling hulu dari rantai pasok minyak kelapa sawit.

Kebijakan ini ibaratnya siapa yang berulah tetapi siapa yang harus menanggung. Petani sama sekali tidak tahu kenapa minyak goreng pernah langka , waktu itu petani juga sama dengan masyarakat Indonesia lainnya juga mengalami kesulitan mendapatkan minyak goreng. Tetapi larangan ekspor diberlakukan yang pertama kali terdampak adalah petani. Kami tidak tahu siapa yang makan nangka tetapi sekarang tangan kami penuh getahnya.

Petani yang tergabung dalam ASPEKPIR adalah petani yang sejak mulai menanam kelapa sawit sudah terbina dengan baik oleh perusahaan dan pemerintah, kelembagaan berupa koperasi sudah berjalan dengan baik, mengerti dan menerapkan GAP. Koperasi langsung menjual TBS kepada PKS mitra dengan harga penetapan sesuai Disbun/Permentan nomor 1 tahun 2018. Kami adalah bentuK ideal petani kelapa sawit sesuai dengan UU Perkebunan.

Baca Juga:  Korindo Kirim 3.500 Baju Hazmat dan 120.000 Masker untuk Papua

Akibat larangan ekspor sekarang tangki timbun PKS tempat kami punya kontrak penjualan sudah penuh dan hampir penuh. Mereka tidak bisa menjual CPOnya pada industri olahan atau eksportir karena 70% pasarnya merupakan pasar ekspor.

PKS tempat kami menjual TBS juga punya kebun sendiri sehingga dalam situasi seperti ini mereka memprioritaskan TBS dari kebun sendiri. Sekarang karena tangki sudah penuh beberapa PKS berhenti beroperasi dan akan berhenti beroperasi. PKS yang masih beroperasi juga tidak menerima TBS petani mitranya yang sudah punya kontrak karena kondisi ini.

Saat ini harga sarana produksi juga naik tinggi sedang TBS tidak terjual sehingga petani sudah jatuh tertimpa tangga, temboknya rubuh menindih kami.

Kelapa sawit secara teknis agronomis buah matang harus segera dipanen , kalau dibiarkan tidak dipanen maka akan rusak dan perlu waktu untuk memulihkanya. TBS harus segera masuk pabrik kalau tidak akan busuk dan CPO yang dihasilkan bermutu rendah. CPO yang terlalu lama disimpan ditangki timbun juga akan rusak sehingga tidak bisa memenuhi syarat untuk pangan.

Dunia saat ini kekurangan minyak nabati dan Indonesia sebagai pemilik kebun kelapa sawit terbesar punya tanggung jawab memenuhi permintaan dunia ini sebagai bagian dari masyarakat internasional yang beradab.

Karena itu kami dari ASPEKPIR Indonesia minta dengan tegas supaya Presiden Jokowi Segera Mencabut Larangan Ekspor dan jangan ditunda-tunda lagi. Kehidupan petani kelapa sawit jadi taruhan utama. Jangan sampai bapak Jokowi punya legacy buruk sebagai presiden yang menghancurkan perkebunan kelapa sawit.

HARUS DILAKUKAN SEGERA KARENA KONDISINYA SUDAH DARURAT. KALAU DITERUSKAN MAKA AKAN KONTRA PRODUKTIF DENGAN UPAYA PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL.

Kedepan pemerintah harus mengatur secara ketat pemenuhan kebutuhan minyak goreng di dalam negeri dan menindak tegas pada perusahaan yang bermain-main dengan kebutuhan rakyat.

Baca Juga:  Harga Sawit Aceh Timur Nanjak