Jakarta, mediaperkebunan.id – Peran petani dalam upaya mencapai swasembada gula sangat signifikan karena memiliki 59% areal tebu nasional. Sesuai dengan penugasan pemerintah lewat Peraturan Presiden nomor 40 tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bietanol sebagai Bahan Bakar Nabati yang merupakan road map untuk swasembada gula dan peran PTPN sangat krusial, PTPN lewat PT Sinergi Gula Nusantara/SugarCo mengembangkan Tebu Rakyat (TR). Dirut SugarCo, Mahmudi menyatakan hal ini.
Upaya yang dilakukan adalan intensifikasi untuk mencapai protas gula 8 ton/ha/tahun. Total kebun tebu petani yang bermitra dengan PTPN adalah 126.500 ha. Komposisinya adalah ratoon III ke atas 108.700 ha (86%); plant cane 6.600 ha (5%); ratoon I 5.400 ha (4%), ratoon II 5.800 ha.
Upaya untuk mencapai protas 8 ton/ha maka yang dilakukan adalah bongkar ratoon untuk ratoon 3 ke atas. Diperlukan percepatan pertahun 25% dari luasan. Dibutuhkan penyiapan bibit setahun sebelumnya disertai kepastian pendanaan.
Rendemen ditingkatkan melalui penataan varietas. Saat ini komposisi tebu rakyat adalah masak awal 7,5%, masak tengah 22,3%, masak lambat 70,2%. Dengan kondisi ini terjadi penurunan rendemen saat giling karena kondisi kemasakan tebu yang tidak tepat. Komposisi ideal adalah masak awal 30%, masak tengah 40%, masak lambat 30%. Untuk mencapai komposisi ideal maka perlu penyediaan varietas tebu terutama yang masak awal dan masak tengah.
Perbaikan tata cara pengelolaan tebu rakyat sangat fundamental karena besarnya kontribusinya pada produksi gula nasional. Tantangan dalam pengelolaan tebu rakyat adalah rata-rata luas lahan petani Indonesia kurang dari 1 ha. Sebagian besar petani bekerja secara mandiri tidak bergabung dalam kelembagaan seperti kelompok tani/koperasi sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi PT SGN.
Sebagian besar petani juga enggan berkomitmen pada kontrak pasokan sehingga sulit membentuk kemitraan. Petani lebih suka menjual tebu mereka pada siapa saja yang membeli dengan harga lebih tinggi, sehingga sullit mengamankan bahan baku.
Dalam teknis budidaya masalahnya adalah kurangnya varietas tebu dengan produktivitas tinggi; praktek pasca panen yang tidak ideal; manajemen tanam juga tidak mengikuti praktek ideal; kurangnya penerapan teknologi mekanisasi.
PT SGN membuat ekosistem digital tebu rakyat untuk meningkatkan produksi tebu melalui penyediaan berbagai fitur unggulan yang memudahkan petani berinteraksi dengan PT SGN. Tujuan utamanya adalah meningkatkan jumlah petani yang tergabung dalam ekosistem TR SGN; meningkatkan luas lahan tebu dalam eksosistem TR PT SGN; meningkatkan produktivitas tebu petani yang berada dalam ekosistem TR PT SGN.
Fitur utama yang terdapat dalam ekosistem digital tebu rakyat adalah :
Agricultural Input Procurement , penyediaan saprodi misalnya benih, pupuk, pestisida dengan harga kompetitif melalui agregasi pembelian.
Crop monitoring, menggunakan teknologi IoT seperti sensor air dan kelembaban untuk memantau kondisi tanaman secara real time guna menjaga kualitas.
Crop advisory, menggunakan AI dan data analytic untuk memberikan saran tentang pola tanam dan besaran input pertanian gula memaksimalkan protas dan meminimkan biaya.
Crop Selling, menyediakan transparansi produksi gula TR yang diolah SGN, lengkap dengan tracker progress dan informasi harga serta timeline pembayaran kepada petani secara real time.
Financial management, pembukuan pendapatan dan biaya dari aktivitas penanaman tebu untuk membantu petani mengelola keuangan dengan efektif dan menambah keuntungan.
Financial Service Marketplace , penyediaan akses terhadap pinjaman untuk modal kerja dengan bunga kompetitif; penyediaan akses terhadap asuransi untuk perlindungan dengan premi serta pertanggungan yang lengkap.