Jakarta, Media Perkebunan.id
Produktivitas karet Indonesia paling rendah dibanding negara-negara tetangga, yaitu hanya 1 ton/ha/tahun sedang Thailand dan Malaysia 1,4 ton dan Vietnam 1,6 ton. Penyebabnya adalah banyak tanaman yang tua dan rusak, juga banyak kebun menggunakan klon yang tidak unggul bahkan dari seedling. Karena itu sudah saatnya dilakukan peremajaan karet rakyat. Karyudi, pakar karet menyatakan hal ini.
“Sekarang harga karet sedang bagus. Bagi petani karet yang lahannya luas bisa dilakukan peremajaan bertahap sehingga masih mendapatkan penghasilan dari karet. Sedang bagi yang lahannya sempit peremajaan bisa meniru PSR sawit plasma dimana petani menjadi pekerja pada peremajaan. Jadi penghasilan mereka dari upah sebagai pekerja sebelum tanaman menghasilkan,” kata Karyudi.
Peremajaan juga dilakukan dengan tumpang sari tanaman pangan. Program peremajaan bisa disinergikan dengan program perluasan areal tanaman pangan dari Ditjen Tanaman Pangan, dengan penanaman padi gogo, jagung dan kedelai. Ada 3,6 juta ha luas tanaman karet dan bila setiap tahun peremajaan 50.000 saja sudah menambah luas areal tanaman pangan. Dengan cara ini petani mendapatkan penghasilan dari tanaman tumpang sari.
Tumpang sari dengan tanaman pangan jangka waktunya 1-3 tahun. Kalau ingin lebih panjang lagi sampai 6 tahun yang ditanam adalah porang. Saat ini porang sudah jadi komoditas primadona harganya juga sedang bagus dan permintaan tinggi.
Hal yang penting dari peremajaan karet adalah harus disiapkan klon unggul bersertifikat yang kemurnian dan kualitasnya terjamin. Lembaga sertifikasi benih dan pakar-pakar sangat berperan disini.
Dengan penanaman klon unggul maka produktivitas meningkat. Jika harga sedang rendah maka masih bisa dikompensasi dengan produktivitas yang tinggi. “Kemarin ketika harga rendah banyak petani yang terpuruk karena produktivitasnya juga rendah,” katanya.
Sudah saatnya pemerintah memperhatikan petani karet. Karet pada subsektor perkebunan merupakan peraih devisa nomor dua setelah sawit. Luasnya juga nomor 2 setelah sawit dan 90% merupakan kebun rakyat. “Pemerintah belum banyak campur tangan untuk karet. Petani kelapa sawit sekarang ada PSR, petani kakao pernah mendapat gernas kakao. Sudah saatnya petani karet mendapat perhatian pemerintah,” kata Karyudi lagi.
Hal lain yang sangat penting adalah menghidupkan kembali penyuluhan bagi petani karet. Saat ini masih banyak petani yang tidak menerapkan standar teknis dengan benar karena memang tidak tahu.
“Sekarang banyak petan karet muda. Mereka ingin ikut pelatihan tetapi tidak ada dana. Dengan adanya peremajaaan karet sistim tumpang sari maka penyuluhan khusus karet bersinergi dengan penyuluhan tanaman pangan,” katanya.
Saat ini harga karet sedang bagus, harga SIR 20 sempat mencapai USD1,8/kg meskipun sekarang sudah turun lagi ke USD1,6/kg. Dengan harga seperti ini maka harga bokar ditingkat petani mencapai Rp10.000-12.000/kg. Apalagi jika menghasilkan lateks harganya USD2,21/kg. Petani karet sekarang sedang gembira dengan kondisi ini
.
Untuk menjaga harga yang sedang bagus, pemerintah harus terjun ke hilir juga untuk meningkatkan konsumsi karet dalam negeri. Hal yang bisa dilakukan karena konsumennya juga pemerintah adalah aspal karet, baik yang berbasis lateks atau padatan (crumb rubber). Kalau program aspal karet berjalan maka permintaan karet di dalam negeri naik sehigga harga terjaga.
“Sekarang saat yang tepat pemerintah membenahi karet rakyat. Kita sudah lihat pemerintah sanggup membangun proyek-proyek infrastruktur besar yang butuh dana besar. Jadi menyisihkan Rp1 triliun saja untuk memperbaiki puluhan ribu ha kebun karet milik petani pasti tidak berat. Ingat karet sudah berperan besar dalam pembentukan PDB dan perekonomian nasional. Sekitar 90% kebun karet dikuasai rakyat. Sudah saatnya pemerintah membantu petani karet yang sudah lama sekali tidak diperhatikan,” kata Karyudi.