2024, 28 Februari
Share berita:

Jakarta, mediaperkebunan.id – Strategi terobosan kebijakan Prabowo Subianto sudah dipaparkan di hadapan Presiden Jokowi, salah satunya tentang industri kelapa sawit Indonesia. Prabowo Subianto sendiri merupakan calon presiden dengan jumlah perhitungan suara pemilu terbanyak saat ini sehingga diproyeksikan akan menjadi Presiden Indonesia selanjutnya. Mengenai strategi terobosan kebijakannya, bagaimana menurut analis?

Dalam rencananya, Prabowo Subianto menjabarkan kewajiban penggunaan bahan bakar nabati yang lebih tinggi dalam campuran solar menjadi 50 persen bahan bakar biodiesel atau B50, dari yang saat ini hanya 35 persen, serta memperkenalkan bahan bakar bioetanol 10 persen atau E10 pada tahun 2029.

Menurut Analis Keberlanjutan Edi Suhardi, strategi terobosan kebijakan Prabowo dinilai realistis mengingat Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan produksi tahunan lebih dari 50 juta ton. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan juga kerap nyatakan rasa yakinnya bahwa Indonesia akan dapat memproduksi 100 juta ton per tahun secara berkelanjutan pada tahun 2045.

Indonesia sendiri telah menerapkan program mandatori penggunaan biodiesel berbasis CPO sejak tahun 2008 dan telah memasarkan B35, yaitu campuran 35 persen biodiesel yang bersumber dari minyak kelapa sawit dan bahan bakar fosil. Namun, walau minyak kelapa sawit merupakan sumber bahan bakar nabati terbesar di Indonesia saat ini, prospeknya disebut Edi tidak begitu menggembirakan. Hal tersebut dikarenakan produksi minyak sawit mentah (CPO) telah menurun selama empat tahun terakhir ini, meskipun Indonesia memiliki lebih dari 16,8 juta hektar perkebunan kelapa sawit.

Data resmi terbaru menunjukkan bahwa 1,5 juta ha (9 persen) dari total perkebunan adalah pohon muda (belum menghasilkan) dan 14,5 juta ha atau 91 persen adalah perkebunan yang sudah menghasilkan, tapi 46 persen dari pohon-pohon yang telah menghasilkan telah berusia sangat tua dan produktivitasnya kini berada dalam tren penurunan.

Baca Juga:  PERISAI 2024 Dorong Transformasi Industri Kelapa Sawit melalui Teknologi Inovatif

Sejalan dengan terobosan kebijakan Prabowo yang dianggap menguntungkan bagi pelaku usaha kelapa sawit, Presiden Jokowi dalam rapat kabinet Selasa (27/02) juga telah mengagendakan dana peremajaan untuk petani sawit menjadi Rp 60 juta (US$3.800) per hektar. Tak hanya itu, Presiden Jokowi juga akan mempercepat proses perizinan peremajaan perkebunan kelapa sawit milik petani kecil.

Edi menyatakan bahwa Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menunjukkan produksi CPO mencapai 53 juta ton pada tahun 2023, dimana 11,6 juta ton digunakan untuk biodiesel, 10,4 juta ton untuk makanan (sebagian besar minyak goreng), 2,3 juta ton untuk oleokimia, dan sisanya untuk ekspor.  Di samping kebijakan penggunaan bahan bakar nabati yang lebih tinggi dalam campuran solar yang realistis, kebijakan prabowo untuk tahun 2029 ada yang masih dipertanyakan.

“Karena konsumsi CPO dalam negeri terus meningkat, beberapa analis telah menyatakan keprihatinannya bahwa peningkatan target yang signifikan dalam produksi biodiesel wajib dapat mempengaruhi pasokan CPO untuk makanan dan penggunaan industri lainnya. Oleh karena itu, target B50 di tahun 2029 tampaknya patut dipertanyakan, terutama karena produksi CPO kemungkinan akan terus menurun tanpa adanya terobosan kebijakan pemerintah,” tutur Edi.

“Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi presiden (pemerintah) yang baru untuk memperkenalkan kebijakan yang koheren untuk merevitalisasi pertumbuhan perkebunan kelapa sawit sebagai andalan ekonomi negara dan untuk meningkatkan produksi CPO guna memenuhi permintaan konsumsi CPO yang terus meningkat untuk makanan, biodiesel, dan penggunaan industri lainnya,” tambah Edi.

Dalam pemaparannya, Edi juga menyampaikan ada 4 strategi kebijakan yang koheren untuk memenuhi target produksi yang tersu meningkat tanpa mempengaruhi komitmen Indonesia mengurangi emisi karbon dan mempercepat transisi ke energi terbarukan. Empat kebijakan tersebut adalah:

  1. Meninjau kembali semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan minyak kelapa sawit dan merevisi peraturan-peraturan yang merugikan industri kelapa sawit.
  2. Pengaturan industri kelapa sawit secara terpadu.
  3. Pengaturan penggunaan minyak kelapa sawit untuk berbagai keperluan, terutama biodiesel dan minyak goreng untuk keperluan domestik dan ekspor harus diselaraskan.
  4. Status Papua sebagai High Forest Cover Landscape (HFCL) yang membuat sebagian besar wilayahnya sangat terlarang untuk perkebunan harus ditinjau ulang.
Baca Juga:  Apical Kampanye Edukasi Keberlanjutan “GreenFest”