Masalah terbesar kelapa sawit Indonesia adalah kelapa sawit rakyat terutama petani swadaya. Petani kelapa sawit swadaya ini berkembang dengan pesat setelah mereka melihat petani plasma sukses dan sejahtera. Petani kelapa sawit rakyat ini berkembang mulai tahun 1990.
Tidak seperti petani kelapa sawit plasma yang dibina inti sehingga legalitas lahan jelas, menggunakan bibit legal bersertifikat dan mengikuti GAP, petani swadaya sama sekali tidak melakukan hal ini. Mereka membuka lahan dimana saja, sehingga banyak yang masuk kawasan hutan.
Mereka juga banyak menggunakan bibit kelapa sawit illegal yang dikenal dengan nama mariles. Waktu itu perusahaan benih kecambah kelapa sawit belum berkembang seperti sekarang, ditambah ketidakmengertian petani sehingga penggunaan benih yang tidak jelas marak sekali. Hasil survei PPKS menunjukkan di Aceh penggunaan benih illegitim ini mencapai 22%, Bengkulu 28%, Sumbar 63%.
Sudah benih tidak jelas ditambah dengan tidak diikuti GAP membuat produktivitas sawit petani ini sangat rendah. Benih resmi dari perusahaan penghasil kecambah sebanyak 35 varietas rata-rata produktivitasnya 27,2 ton TBS/ha/ha sedang benih ilegitim maksimal hanya 40% nya saja.
Data Ditjen Perkebunan menunjukkan dari 14,33 juta luas perkebunan kelapa sawit sekitar 40, 57% merupakan perkebunan rakyat atau 5.811. 785 ha. Dari luas itu diindikasikan 1,7 juta ha masuk dalam kawasan hutan.
Harga CPO di pasar internasional semakin menurun. Di sisi lain konsumen semakin menuntut dengan berbagai aspek seperti sustainable. Karena itu siapa yang paling efisien yang akan menang bersaing di masa depan.
Tuntutan efisien dan sustainable akan sulit dipenuhi petani bila kondisinya petani dibiarkan seperti sekarang. Karena itu harus ada upaya terobosan baik oleh pemerintah maupun perusahaan perkebunan untuk membantu petani kelapa sawit rakyat. #SOS PETANI KELAPA SAWIT RAKYAT# harus jadi trending topic pemangku kebijakan dan perusahaan perkebunan untuk menyelamatkan sawit Indonesia.
Pemerintah sudah bergerak membantu petani dengan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Tahun 2018 ditargetkan 185.000 ha sedang tahun 2019 200.000 ha. Tahun 2018 target tidak tercapai karena berbagai kendala.
Sudah saatnya pemerintah membantu petani dengan sungguh-sungguh. Berbagai hambatan yang menghalangi petani ikut PSR ini harus dihilangkan. Jangan sampai karena masalah administratif membuat petani kesulitan.
Masalah masuk kawasan hutan juga harus diselesaikan. Tujuan pembangunan adalah mensejahterakan rakyat. Petani yang puluhan tahun membangun kebun yang ternyata masuk kawasan hutan sebaiknya segera dilakukan pelepasan. Demi rakyat hal ini harus dilakukan daripada dihutankan kembali.
Tahun 2020 harus dijadikan tahun sawit rakyat. Perhatian harus diberikan pada pahlawan devisa yang sudah membangun kebun sendiri tanpa dibantu pemerintah. Sudah saatnya mereka dibantu dalam segala aspek sehingga semakin efisien dan sustainable.
Pemerintah harus kembali menata perkebunan besar, PKS tanpa kebun dan petani swadaya. Perusahaan perkebunan harus diwajibkan membina petani sekitarnya. PKS tanpa kebun yang selama ini hanya menerima TBS petani harus ikut membina. Dengan cara ini maka harga TBS petani terjaga dan kesinambungan bahan baku PKS tanpa kebun juga terjaga.
(Gamal Nasir, Pemimpin Umum Media Perkebunan/Perkebunannews.com)