Jakarta, mediaperkebunan.id – Perkebunan sorgum mulai dilirik oleh Pusat Riset Teknologi Industri Proses dan Manufaktur (PRTIPM) pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan tujuan untuk kepentingan swasembada energi dan mendukung net zero emissions (NZE) pada tahun 2060
Kepala PRTIPM BRIN, Hens Saputra, bilang pengembangan sorgum sebagai salah satu upaya mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil sekaligus menurunkan emisi karbon.
“Indonesia harus menurunkan emisi dengan target NZE di 2060 dan salah satu upayanya yaitu dengan mengurangi energi fosil,” ungkap Hens Saputra seperti dikutip Mediaperkebunan.id dari laman resmi BRIN, Senin (30/12/2024).
Karena itu, menurutnya, Indonesia memerlukan bahan alternatif lain dan salah satu bahan yang terbarukan adalah dari biomassa.
Untuk mendukung upaya pengurangan emisi emisi gas rumah kaca dan mendorong pengembangan sumber energi yang ramah lingkungan serta berkelanjutan, ia mengatakan, BRIN menjalin kerjasama strategis dengan tiga mitra, yaitu PT Santi Energi Hijau, PT Summit Niaga, dan BINEX.
Kerjasama yang dijalin difokuskan pada penelitian dan pengembangan rantai nilai sorgum sebagai langkah untuk mendukung ketersediaan bioenergi di Indonesia.
Kegiatan ini juga melibatkan periset dari Pusat Riset Tanaman Pangan (PRTP) dan Pusat Riset Botani Terapan (PRBT) BRIN yang bertanggung jawab dalam penanganan benih, budidaya sorgum, serta evaluasi karakter agronomi malapari.
“Malapari atau Pongamia Pinata adalah salah satu bahan baku biodesel yang paling potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini tersebar mulai dari Sumatera sampai Papua,” ujarnya.
“Salah satu solusi menurunkan emisi karbon dengan mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang potensial adalah pemanfaatan biomassa, seperti sorgum,” tambahnya lagi.
Ia menjelaskan, tujuan utama dari kerjasama itu adalah untuk memperkuat pengembangan rantai nilai sorgum, yang dianggap sebagai salah satu bahan baku potensial untuk produksi bioenergi di Indonesia.
“Sorgum diharapkan dapat menjadi alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan, menggantikan penggunaan energi fosil, serta mendukung pencapaian target Indonesia dalam NZE pada tahun 2060,” tambah Hens.
Kat. Dia, kerjasama ini diharapkan dapat mendorong investasi lebih lanjut dalam penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan sorgum.
Selain itu, pihaknya melihat hal ini juga membuka peluang bagi petani lokal untuk terlibat aktif dalam rantai pasok bioenergi, memberikan dampak positif bagi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
“Langkah ini selaras dengan tujuan global untuk mengurangi emisi karbon, memitigasi dampak perubahan iklim, serta mewujudkan pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” ungkap Hens.
Pada kesempatan yang sama, Direktur PT Santi Energi Hijau, Yusuf Reza Shahab, menambahkan bahwa fokus utama dari kerja sama ini adalah penelitian mengenai transisi energi melalui penanaman biofuel, khususnya sorgum.
“Yang kita fokuskan dalam waktu dekat ini adalah sorgum, dan BRIN mendukung mulai dari hulu, yaitu penanaman, hingga hilir, yaitu pengembangan selanjutnya,” ungkapnya.
Setiap mitra eksternal dalam kerja sama ini memiliki peran dan kontribusi yang berbeda namun saling mendukung.
PT Santi Energi Hijau berfokus pada penyediaan lahan, pembuatan bio-pelet, karakterisasi, serta pengujian dan evaluasi co-combustion.
PT Summit Niaga akan menyediakan fasilitas pembangkit listrik untuk uji co-firing, serta melakukan pengujian dan evaluasi co-combustion.
Sementara itu, BINEX bertanggung jawab menyediakan benih sorgum bicolor serta dokumen pendukung untuk pengiriman benih sorgum.