Jakarta, mediaperkebunan.id – Industri kakao Indonesia tengah menghadapi berbagai tantangan, mulai dari rendahnya produksi hingga minimnya dukungan kebijakan yang optimal. Namun, dengan penerapan teknologi dan strategi yang tepat, kakao Indonesia berpotensi menjadi salah satu komoditas unggulan seperti kelapa sawit.
Ketua Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo), Soetanto Abdoellah melalui wawancara bersama Media Perkebunan pada hari Jumat (07/03) mengungkapkan berbagai solusi dan strategi untuk meningkatkan produktivitas serta memperkuat industri kakao nasional.
Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) untuk Tingkatkan Produksi Kakao Indonesia
Menurut Soetanto, peningkatan produksi kakao harus berlandaskan penerapan Good Agricultural Practices (GAP) yang berkelanjutan. “Kunci utama produksi kakao yang tinggi adalah kesuburan tanah, penggunaan varietas unggul, serta teknik budidaya yang tepat seperti pemangkasan, irigasi, dan pengendalian hama,” ujarnya.
Teknologi juga berperan dalam meningkatkan efisiensi. Saat ini, beberapa inovasi seperti fertigasi, alat pangkas bermesin, serta pengendalian hama berbasis digital mulai diperkenalkan di perkebunan kakao. “Teknologi modern akan membantu petani meningkatkan produktivitas tanpa harus memperluas lahan,” tambahnya.
Kemitraan: Kunci Keberlanjutan Industri Kakao
Selain faktor teknis, kemitraan antara petani, koperasi, dan industri pengolahan menjadi aspek penting dalam rantai pasok kakao. Soetanto menegaskan bahwa hubungan antara pelaku industri harus saling menguntungkan agar kemitraan dapat berjalan dengan baik.
“Setiap pihak harus mendapatkan manfaat dari kerja sama ini. Oleh karena itu, perjanjian kemitraan harus jelas sejak awal, termasuk kewajiban dan sanksi jika ada pihak yang tidak menepati kesepakatan,” jelasnya.
Dengan kemitraan yang kuat, petani akan lebih mudah mendapatkan akses ke sarana produksi dan pasar, sementara industri mendapatkan pasokan biji kakao berkualitas tinggi.
Replanting Kakao Masih Minim, Pemerintah Harus Berperan Aktif
Saat ini, program replanting kakao atau peremajaan tanaman kakao masih tergolong minim. Meski sudah ada upaya dari petani dan bantuan terbatas dari pemerintah, jumlahnya masih jauh dari kebutuhan.
“Harga kakao saat ini naik hingga 300-400% dari awal 2023, membuat petani kembali tertarik menanam kakao. Ini momentum yang harus dimanfaatkan,” ungkap Soetanto.
Menurutnya, dukungan pemerintah harus lebih nyata dalam bentuk bantuan replanting, penyediaan penyuluh, serta skema pendanaan yang mudah diakses oleh petani. Jika pemerintah memberikan perhatian yang sama seperti pada industri kelapa sawit, kakao bisa menjadi penyumbang devisa yang besar bagi Indonesia.
Peluang Ekspor Kakao Indonesia ke Pasar Global
Saat ini, permintaan kakao global terus meningkat, terutama di Eropa dan Asia. Indonesia sebagai penghasil dan pengolah kakao terbesar di Asia memiliki peluang besar untuk meningkatkan ekspor. Soetanto menyoroti pentingnya memperkuat posisi Indonesia di pasar internasional.
“Negara-negara seperti India, Jepang, Malaysia, Singapura, hingga Rusia sangat membutuhkan kakao Indonesia karena faktor kedekatan geografis dan sistem perdagangan yang transparan,” katanya.
Bahkan, International Cocoa Organization (ICCO) telah mendorong Indonesia untuk meningkatkan produksi kakao guna memenuhi permintaan global. Jika dikelola dengan baik, negeri kita dapat menjadi pemain utama dalam industri kakao dunia.
Pesan untuk Petani, Industri, dan Pemerintah untuk Kejayaan Kakao Indonesia
Sebagai Ketua Dewan Kakao, Soetanto memberikan pesan kepada seluruh pemangku kepentingan di industri kakao, mulai dari petani hingga pemerintah.
Untuk petani kakao, mari manfaatkan harga tinggi ini dengan merawat kembali kebun kakao yang ada dan meningkatkan produktivitas hingga 2 kg biji kering per pohon per tahun.
Kemudian, untuk para industri kakao, Soetanto berkata, “Jangan hanya menunggu, industri kakao harus menjemput bola dengan membantu petani mendapatkan sarana produksi dan akses pasar yang lebih baik.”
Lalu, Soetanto mengatakan bahwa bantuan pemerintah untu memfasilitasi pusat distribusi sarana produksi sangat dibutuhkan. Selanjutnya juga perlu untuk tingkatkan jumlah penyuluh pertanian, serta berikan insentif yang mendukung petani agar tetap bersemangat menanam kakao.
Industri kakao Indonesia memiliki peluang besar untuk berkembang jika didukung dengan strategi yang tepat. Dengan penerapan GAP, replanting, serta kemitraan yang kuat antara petani dan industri, kakao Indonesia bisa menjadi komoditas unggulan di pasar global. Jika pemerintah memberikan dukungan penuh, maka tidak menutup kemungkinan kakao bisa menyusul kelapa sawit sebagai sumber devisa negara yang signifikan.
“Indonesia memiliki sumber daya alam dan manusia yang cukup untuk menjadi pemimpin di industri kakao dunia. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya dengan baik,” pungkas Soetanto.