Jakarta, Mediaperkebunan.id – SNV dalam rangka penerapan sustainability karet membuat proyek percontohan Good Agriculture Practises (GAP) dan meningkatkan kapasitas organisasi petani karet di Muaro Jambi, Jambi. Survei tahap awal menunjukkna 58% petani karet di Muaro Jambi sudah konversi ke komoditas lain, terutama kelapa sawit. Aang Ilahang, Advisor SNV menyatakan hal ini.
Petani karet pada umumnya budidaya dengan monokultur, produktivitas rendah dan kebunnya tidak dipelihara. Petani rata-rata bekerja sendiri, tidak berkelompok atau berorganisasi, keterampilan dan pengetahuannya rendah, pendapatan rendah, tidak punya STDB, dukungan pemerintah dan lembaga donor rendah sekali, kesadaranya lingkungan , kesetaraan gender dan inklusi sosial (GESI)masih sangat rendah, dan dukungan pendanaan perbankan tidak ada.
“Tidak seperti petani kelapa sawit yang kalau mau meremajakan kebunnya ada dana BPDPKS dan bila kurang bank masih mau membiayai. Sedang karet bank tidak mau,” kata
Karena kualitas karetnya rendah maka harga yang diterima petani juga rendah. Posisi tawar petani juga rendah karena tidak berkelompok. Dengan kondisi seperti ini maka produk petani karet tidak ada yang bisa dilacak (tracebility)
SNV masuk mengembangkan karet berkelanjutan dan praktek pertanian regeneratif untuk meningkatkan kesejahteraan petani karet. SNV membuat agroforestry karet untuk meningkatkan produktivitas dan praktek pertanian regeneratif dan membentuk kelompok tani karet yang inklusif, terbuka kepada semua petani.
Dukungan pemerintah melalui penerbitan STDB (Surat Tanda Daftar Budidaya) dan program penyuluhan pertanian. Dukungan pasar terutama dari pembeli yaitu pabrik karet remah berupa pemasaran melalui UPPB (Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar), peningkatkan kualitas, produk yang bisa terlacak (tracebility), harga yang adil, program insentif pasar. Petani karet juga perlu dukungan pendanaan dari lembaga keuangan.
Sebelum bekerja SNV membuat penilaian risiko dan kebutuhan, rantai pasok , dan GESI kemudian membuat perencanaan. Setelah dijalankan yang berhasil diterapkan adalah praktek manajemen terbaik; pengembangan bisnis dan kelembagaan (UPPB) dan akses pasar. Sedang yang belum berhasil ketelusuran dan sertifikasi juga akses terhadap keuangan.
Perubahan perilaku petani setelah SNV masuk adalah penyadapan yang semula dari kanan atas ke kiri bawah menjadi dari kiri atas ke kanan bawah, dikerjakan sekitar 40% oleh petani yang telah dilatih di desa Parit; tidak dipupuk menjadi dipupuk urea, dolomit dan KCl, sekitar 25 petani di desa Parit mendapat pasokan pupuk dari PT Hok Tong, setiap orang untuk 200 pokok; dari menggunakan pembeku yang tidak direkomendasikan (asam sulfur dan cuka) menjadi yang direkomendasikan yaitu asam formiat; penggunaan stimulan asal-asalan tidak mengikuti dosis rekomendasi dan cara aplikasi, sekarang petani di desa Semajau Mekar menggunakan dosis dan aplikasi yang tepat; semula hanya Asmara Junianto yang menjual langsung ke pabrik Djambi Waras sekarang ada 20 petani yang menjual langsung; biasanya terkena penalti sampai 10% di pabrik sekarang sudah tidak ada penalti karena kualitas yang semakin baik.
Hal yang penting adalah keterlibatan perusahaan swasta untuk menyediakan input produksi yaitu PT Hok Tong. Dengan harga jual yang berbeda, petani jadi bersemangat menjual langsung. Di sini PT Djambi Waras berperan. Saat ini PT Megantara Kirana juga sudah ikut sehingga ada 3 pabrik karet yang terlibat.