2024, 14 Mei
Share berita:

JAKARTA, mediaperkebunan.id – Sistem sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) semestinya sudah menjawab tuntutan Undang-undang Antideforestasi Uni Eropa (EU Deforestation Regulation/ EUDR). Hal ini menjadi bukti komoditas kelapa sawit yang ada di Indonesia sudah menerapkan pola sustainability (keberlanjutan).

“Jadi ISPO sudah memenuhi syarat berkelanjutan,” tukas Sekretaris Jenderal CPOPC Rizal Affandi Lukman, dalam Focus Group Discussion (FGD) sawit di Jakarta beberapa waktu lalu.

Menurut Rizal, sertifikasi ISPO harus terus didorong sebagai bukti bahwa produksi minyak kelapa sawit telah memenuhi syarat sustainable yang menjadi syarat untuk bisa tetap melakukan ekspor ke negara uni Eropa (UE).

Rizal mengakui, walau pun ekspor sawit ke UE tidaklah besar. Namun kebijakan Uni Eropa akan memberikan dampak signifikan terhadap petani sawit. Karena ada kesenjangan antara regulasi EUDR dan kondisi di lapangan yang dihadapi petani sawit sehari-hari.

Apalagi, lanjut Rizal, regulasi EUDR tersebut memberlakukan benchmarking atau pengelompokan negara eksportir berdasarkan tingkat risiko deforestasi, yakni risiko tinggi, risiko menengah dan risiko rendah.

“Sehingga dalam hal ini kita pastikan jangan sampai petani sawit tertinggal. Jadi kita meminta kepada pihak UE untuk bisa tetap memperhatikan perhatian terhadap petani,” tambah Rizal.

Sementara itu, Tim Penguatan dan Pelaksanaan ISPO, Rismansyah Danasaputra mengungkapkan, minyak kelapa sawit menjadi semakin populer dari sudut pandang ekonomi-bisnis karena berbagai kelebihan yang dimiliki, antara lain ketahanan untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama, permintaan pasar yang stabil, serta harga yang terbilang menjanjikan.

“Sawit berkelanjutan adalah keniscayaan, bukan desakan global. Sertifikasi berkelanjutan ISPO menjadi salah satu panduan berharga dalam membangun daya saing sawit di tingkat nasional, regional dan global,” ujar Rismansyah.

Baca Juga:  Tindak Tegas Pelaku Kejahatan Perkebunan

Mengutip data statistik perkebunan tahun 2022, Rismansyah menyebutkan, tujuan ekspor utama sawit Indonesia adalah China sebesar 16,72 persen, India sebesar 11,13 persen dan USA sebesar 6,07 persen. Sedangkan ekspor sawit ke negara UE hanya 12,7 persen.

Berdasarkan data ekspor, pada tahun 2023, Tiongkok mengambil alih EU-27 sebagai importir minyak sawit terbesar kedua. Sedangkan Impor minyak sawit UE turun menjadi 6,04 juta ton pada tahun 2023 dari 6,41 juta ton pada tahun 2022. (*)