Siak, Mediaperkebunan.id
Semangat Permentan Nomor 3 tahun 2022 adalah memperbaiki tata kelola sawit rakyat sehingga tidak berpotensi timbulnya masalah dikemudian hari. Salah satu contoh petani harus memiliki sertifikat hak milik supaya nanti tidak ada sengketa.
Dirjen Perkebunan, Andi Nur Alam Syah menyatakan hal ini ketika berkunjung ke KUD Tunas Muda, Desa Teluk Merbau, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Riau, Sabtu (28/1). KUD Tunas Muda sudah melakukan PSR dengan mitra PTPN V seluas 250 ha pada tahun 2020.
Pemerintah juga memberi perhatian terhadap kendala yang dihadapi petani dalam pengusulan PSR seperti kesulitan dalam pemetaan. Pemetaan tidak lagi menjadi beban petani tetapi lewat pembiayaan BPDPKS dan dilakukan oleh surveyor yang ditunjuk BPDPKS.
Demikian juga proses verifikasi baik jalur dinas kemudian rekomtek Dirjenbun dan jalur kemitraan dilakukan oleh surveyor. Jadi kalau ada sumbatan dalam pendataan melalui jalur dinas maupun jalur kemitraan, maka yang bertanggung jawab adalah surveyor, bukan petani
“Dengan pendataan yang dilakukan sekarang, maka nantinya 25 tahun kemudian ketika akan dilakukan peremajaan, tidak perlu ada pendataan lagi. Cukup scan barcodenya maka akan peta dan data lainnya akan langsung muncul. Jadi anak cucu kita tidak usah dipusingkan lagi dengan pendataan,” kata Andi Nur.
Pemerintah saat ini sedang melakukan revisi Permentan 3 demi mengakomodir kebutuhan hukum masyarakat salah satunya menghapus keterangan lahan berada dikawasan lindung gambut untuk mempermudah petani dalam memenuhi persyaratan pengajuan PSR, prosesnya saat ini menunggu pengundangan di Kemenkumham. Penyederhanaan aturan ini dilakukan bukan untuk mengakal-akali supaya sederhana tetapi tetap dalam koridor tata kelola kelapa sawit rakyat yang baik.
“ Makna revisi adalah tata kelola lebih baik lagi sehingga petani terjamin kepemilikannya dan mudah dalam mengakses dana BPDPKS. Revisi Permentan jadi semangat baru PSR yang sebelumnya realisasi sangat rendah, tahun ini target 200.000 ha. Saya optimistis bisa tercapai,” katanya.
Riau yang merupakan sentra sawit nasional mendapat perhatian khusus. Dalam 2 tahun PSR di Riau ditargetkan 100.000 ha. Lewat PSR maka produktivitas petani meningkat karena menggunakan benih unggul yang berlabel dan berseritifikat. Petani juga mendapat jaminan harga TBS lewat penetapan harga oleh Disbun berdasarkan Permentan nomor 1 tahun 2018. PSR merupakan program konkrit pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Salah satu revisinya adalah tidak diperlukan lagi surat tidak berada dalam kawasan lindung gambut. Selama ini surat ini jadi penghambat sebab sawit yang jelas-jelas tidak berada dalam kawasan gambut harus mengurus surat ini. Sedang sawit yang sudah satu siklus dalam kawasan gambut menunjukkan sama sekali tidak ada masalah.
Pemerintah juga akan menyelesaikan semua kendala petani termasuk dalam kawasan hutan. Di Riau, direncanakan setiap bulan akan ada forum bersama yang akan melibatkan BPN, KLHK, APH untuk menyelesaikan semua masalah yang ada di lapangan.
Setiyono, Ketua KUD Tunas Muda menyatakan sengaja memilih PSR dengan bermitra karena sejak bertanam sawit sudah bermitra dengan PTPN lewat program PIR-Trans. Kemitraan sangat terbukti dapat menghasilkan TBS berkualitas bagus dan harga sesuai penetapan. Petani mendapat benih berkualitas juga teknis budidaya sawit yang baik.
Peremajaan tahap 1 250 ha ditanam Oktober 2020 ,saat ini berumur 28 bulan, panen perdana April 2023. “ Berkat kemitraan tanaman tumbuh dengan baik. KUD sangat terbantu oleh PTPN V sebagai mitra, misalnya RAB sangat terbuka, dalam pembahasannya KUD diajak berembuk,” katanya.
Setiyono yang juga ketua ASPEKPIR Indonesia minta petani eks plasma tetap bermitra dalam PSR, supaya tata kelola kelapa sawitnya tetap terjaga. “Dengan kemitraan kami terlindungi, bahkan pada masa sulit ketika lebaran yang lalu PKS sudah tidak menerima tbs dari luar, petani mitra tetap diterima dengan harga penetapan. Pola kemitraan diharap bisa dilanjutkan. Petani swadaya saja ingin jadi plasma, masa petani plasma malah jadi swadaya. Satu KUD dengan luas 500-1600 ha karena tidak semua mau terus bermitra akhirnya PSR tidak lagi satu hamparan tetapi dalam spot-spot,” katanya.
Kepala Dinas Perkebunan Riau, Zulfadli menyatakan 58% masyaraat Riau saat ini tergantung pada sawit, dari 6 juta penduduk separuhnya bergantung pada sawit. “Kami sangat berterima kasih atas perhatian khusus Pak Dirjen dalam melakukan sosialisasi, pengawalan, monitoring dan evaluasi untuk mengatasi kendala petani kelapa sawit di Riau dalam memenuhi persyaratan program PSR sehingga memudahkan petani dan nantinya PSR di Riau ini semakin dipercepat. Untuk ini diperlukan juga dukungan semua asosiasi petani di Riau supaya program ini sukses,” katanya.
Ada personel Ditjen Perkebunan yang akan berkantor di Riau. Jadi bila ada pemasalahan langsung bisa diselesaikan lewat sinergi Ditjenbun, Disbun Riau, dinas perkebunan kabupaten/kota, BPDPKS, Kementerian/lembaga lain dan petani juga perusahaan.