Medan, Mediaperkebunan.id
Kunci sukses pengendalian hama di kebun kelapa sawit adalah aktivitas sensus dan monitoring. Socfin Indonesia menganggarkan secara khusus untuk aktivitas yang penting ini. Adhari Qurby, Agronomist Socfin Indonesia menyatakan hal ini pada webinar seri 5( terakhir) Socfindo Menyapa Petani Sawit “Pastikan yang Anda Tanam Bibit Unggul” yang diselenggarakan Media Perkebunan bekerjasama dengan PT Socfin Indonesia.
Kebun kelapa sawit yang monokultur berdampak pada hilangnya habitat alami, dengan jenis tanaman yang homogen menjadikan nilai habitat rendah; hilangnya berbagai jenis serangga berguna akibat hilangnya tanaman liar sebagai sumber makanan, juga akibat penggunaan kimia sintetis dalam pengelolaan kebun; penyempitan flora dan fauna.
Kerugian akibat hama dan penyakit adalah pertumbuhan tanaman terhambat, kematian tanaman, penundaan panen perdana seperti serangan Oryctes berat menunda panen 6-12 bulan, penurunan produksi seperti defoliasi 50% produksi turun 30-40% sedang defoliasi 100% produksi turun 30-76%.
Pengendalian OPT saat ini menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yaitu dengan menjaga tingkat populasi hama dibawah ambang ekonomis; menanam tanaman berfaedah (benefecial plant), identifikasi musuh alami dan monitor ; monitoring populasi hama (secara teratur dan cermat), memilih pestisida dengan efek samping seminimal mungkin terhadap organisme bermanfaat, manusia dan lingkungan.
Hama utama kelapa sawit adalah ulat api (Setothosea asigna, Setore nitens, Darna sp dll), ulat kantong (Metisa plana, Mahasena corbetti), ulat bulu (Calliteara horsefieldii, Dasychira inclusa), kumbang perusak daun/pucuk Apogonia dan Oryctes, Rayap (Coptotermes cuvginatus, Macrotermes gilvus), tikus (Rattus argentiventer, R tiomanicus).
Tahap awal pengendalian dengan sensus dan monitoring. Setelah itu bila dilakukan pengendalian harus 4 tepat yaitu waktu (fase dan ukuran), sasaran (organisme penganggu tanaman), dosis (jumlah bahan aktif per ha), cara (semprot, fogging, absorpsi akar dan trunk injection).
Cara pengendalian hama di PT Socfin Indonesia untuk tanaman ≥N3 adalah dengan High Power Spray yaitu modifikasi kereta sorong dengan pompa. Cara ini kurang aman karena dapat membunuh musuh alami atau kumbang penyerbuk. Output 1 Ha/HB. Insektisida yang digunakan dengan cara ini adalah insektisida biologis Bachillus Thuringiensis, dan golongan pyrethroid (Cymbush 50 EC, Santador 25 EC) dengan dosis 400 ml/ha.
Sedang pada tanaman dewasa/tua digunakan cara pengasapan (fooging) baik untuk Bacillus maupun goloan pyrethroid dengan dosis 300-400 ml/ha. Cara ini juga kurang aman karena dapat membunuh musuh alami dan kumbang penyerbuk.
Sedang untuk mengendalikan ulat kantong, ulat api dan ulat bulu digunakan cara injeksi batang. Cara ini relatif aman karena tidak membunuh musuh alami dan kumbang penyerbuk. Out putnya 1,5-2 Ha/HB. Insektisida yang digunakan Starthene 75G (bahan aktif Asefat) 15-20 gr/pokok. Direkomendasikan pada tanaman ≥N5 atau dan tinggi batang ≥1,5 m.
Oryctes rhinocheros menyerang TBM maupun TM dengan menggerek bagian pangkal pelepah muda tanaman. Menyebabkan kerusakan sampai 69% pada serangan pertama dan kematian tanaman mencapai 25%. Pengendalian dilakukan secara manual dengan mengutip kumbang, pada areal ex chipping setiap 4 bulan sekali (dimulai setelah 4 bulan chipingan), eks ganoderma setiap 6 bulan. Pengendalian secara mekanis dengan menchipping batang tanaman yang direplanting.
Penyemprotan insektisida dengan bahan aktif Sipermetin dan Lambda-Cyhalotrin, harus menggunakan insektisida water base. Pada N0 setiap 14 hari, N1 setiap 20 hari , N2-N5 setiap 30 hari, ≥N6 bila tingkat serangan ≥4% dengan frekuensi 1 kali setiap bulan. Dosis N0, N1 dan N2 0,5 ml Cypertop 0,5 ml/pokok (larutan 0,5% , 100 ml).N3-N5 1 ml/pokok (larutan 0,5%, 200 ml) , ≥N6 1 ml/pokok.