Jakarta, Media Perkebunan.id
Food Estate di Kalimatan Tengah, lahan akan digarap pada 2020 adalah seluas 30.000 ha, dan tersebar di Kabupaten Kapuas seluas 20.000 ha dan Kabupaten Pulang Pisau 10.000 ha. Komoditas utama yang akan ditanam adalah padi, tetapi terintegrasi dengan hortikultura, perkebunan dan peternakan. Sarwo Edhy, Dirjen Sarana dan Prasarana Kementan menyatakan hal ini dalam webinar Food Estate Memperkuat Cadangan Pangan Nasional yang diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian.
Untuk perkebunan komoditas yang dikembangkan adalah kelapa genjah salak yang akan ditanam pada pinggir areal tanaman pangan. Menurut Edhy kelapa jenis ini pohonnya pendek, cepat berbuah dan produksinya tinggi.
Dikutip dari Situs Puslitbang Perkebunan Kelapa Genjah Salak merupakan hasil eksplorasi plasmanutfah di Pematang Panjang, Kalsel tahun 1980an. Tumbuh baik di lahan dataran rendah sampai 300 dpl.
Mulai berbuah umur 2 tahun dan mulai panen umur 3 tahun. Buahnya bulat berwarna hijau dengan ukuran kecil. Satu pohon menghasilkan 80-120 buah/tahun, termasuk produksi tinggi.
Sarwo Edhy, mengatakan ada sejumlah kunci untuk meningkatkan produksi pertanian termasuk di Food Estate. Kunci dari budidaya pada program food estate adalah ketersediaan air, benih berkualitas, dan pupuk yang tepat. “Kemudian kita melakukan kegiatan pompanisasi dan pipanisasi, serta pengadaan alsintan, dan memfasilitasi petani agar bisa membawa hasil panennya untuk dijual,” ujarnya.
Menurut Sarwo, Kementan juga berupaya mengubah cara bertani tradisional ke modern dengan teknologi yang sudah ada. Dengan begitu diharapkan produktivitas bisa meningkat dan mampu memperkuat ketahan pangan nasional. “Kami sudah siapkan alsintan traktor roda 2 dan 4 untuk mengolah lahan. Kegiatan penanaman telah disiapkan mesin transplanter. Kemudian ada combine harvester untuk membantu petani saat panen, termasuk memberi bantuan RMU dan dryer,” kata dia.
Direktur Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) Institute, Dr Dwi Asmono, menambahkan, dalam pengembangan food estate harus mulai menyiapkan bibit, pemasaran, pabrik harus dibangun, semua harus dirancang dengan benar. Jika berhasil, hal ini akan menjadi pengungkit untuk yang lain.
Dari sisi on farm, kata dia, menjadi faktor penentu produksi adalah dengan melakukan pemilihan bibit unggul, pengelolaan tanah yang baik, pemupukan yang tepat, pengendalian hama dan penyakit, serta pengairan yang baik. “Kemudian dari sisi off farm adalah bagaiman kita harus memperhatikan pasca panen sertanya serta pemasaran hasil,” katanya.
Selain itu, aspek nutrisi perlu diperhatikan dengan kondisi lahan Food Estate. Dwi Asmono menyebutkan penggunaan magnesium dan kalsium (dolomit) untuk meningkatkan pH lahan pasang surut di areal Food Estate. Yang harus diperhatikan, kandungan nutrisi dan magnesium di Kalimantan ini relatif rendah. Memang persoalan ini terlihat sederhana tetapi akan berdampak kepada produktivitas tanaman.
Dwi yang juga Direktur Sampoerna Agro sudah melakukan kegiataan serupa seperti food estate yaitu membangun perkebunan sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti , Riau. KebuN sagu ditata dengan membangun kanal juga dibangun industri pengolahan tepung sagu baik untuk ekspor maupun pasar dalam negeri.