Indonesia merupakan pemilik kebun karet terluas di dunia tetapi produsen nomor 2 dunia setelah Thailand. Penyebabnya adalah produktivitas karet petani Indonesia jauh dibawah negara-negara lain seperti Thailand, Malaysia, Vietnam dan India. Produktivitas petani karet Indonesia 1 ton/ha/tahun sedang Thailand sudah 1,6 ton/ha/tahun.
Pohon karet di Indonesia 85% masih menggunakan seedling tanpa seleksi dan klon lama,sedang negara lain menggunakan klon-klon unggul. “Menghadapi situasi ini sudah waktunya diadakan peremajaan karet rakyat supaya tidak kalah bersaing dengan negara-negara lain. Pemerintah harus hadir dalam peremajaan karet rakyat ini sebab rakyat tidak mampu melakukan sendiri,” kata Karyudi, pakar karet dalam perbicangan dengan Perkebunannews.com.
Sekarang yang perlu dicari adalah pola yang pas untuk petani di Indonesia. Dulu Indonesia punya program PIR, pengembangan karet rakyat, UPP, kemitraan dan lain-lain tetapi untuk karet tidak sustainable. Malaysia punya RISDA dan FELDA yang lebih sustainable.
“Dari pola-pola itu bisa diekstraks dan dikombinasikan untuk mendapat pola baru yang lebih baik. Hal yang penting adalah dana untuk peremajaan. Dulu dengan pola PIR menggunakan dana perbankan tetapi sekarang susah,” katanya.
Pemerintah harus mencari sumber dana pengembangan karet. Hal ini penting untuk memperbaiki karet Indonesia di hulu sehingga tidak kalah bersaing dengan negara lain. Indonesia lebih dulu berbudidaya karet sehingga jauh lebih berpengalaman tetapi sekarang malah kalah dari Thailand dan Malaysia.
Thailand dan Malaysia punya dana pungutan cess untuk meremajakan karet. Indonesia sudah punya Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang bisa diperluas untuk karet. Hanya BPDP karet nanti porsi penggunaan dana terbesar harus untuk peremajaan karet rakyat.
Bila BPDP karet sudah berdiri maka waktu pemungutan dananya harus diperhitungkan. Apakah menunggu sampai harga karet membaik atau besar pungutannya disesuaikan dengan harga karet. “Apapun pilihannya maka BPDP karet ini harus segera dibentuk,” kata Karyudi.