Mekanisasi merupakan salah satu upaya. Masa depan kelapa sawit bahkan mekanisasi juga harus dilakukan oleh petani plasma dan swadaya yang menguasai lahan sampai 45%.
Sumarjono Saragih, Ketua bidang Ketenaga Kerjaan GAPKI PUsat menegaskan bahwa sudah seharusnya menuju sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sebab untuk mencapai kelapa sawit yang kuat maka harus didukung pula SDM yang juga kuat.
Melihat hal ini maka standar kompetensi SDM kelapa sawit bukan lagi disusun untuk bisa bertarung di kawasan ASEAN tetapi harus mampu menghadapi rekayasa oleh negara-negara barat. Sebab harus diakui bahwa saat ini crude pal oil (CPO) merupakan ancaman bagi negara barat. Maka dalam hal ini ancaman SDM bukanlah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
“Standar kompetensi bukan sekder kompetensi teknis tetapi bagaimana bisa meyakinkan dan terus berkampanye bahwa ini barang yang harus diselamatkan, bukan barang yang haram yang harus dimusnahkan. Kalau hanya orang kelapa sawit saja yang bergerak maka bisa kolaps juga. Melihat SDM harus dengan perspektif benar,” kata Sumarjono dalam diskusi SDM yang diselenggarakan oleh perkebunannews.com.
Lebih lanjut, menurut Sumarjono, skema sertifikasi di perkebunan kelapa sawit saat ini baru ada dua yaitu asisten kelapa kebun kelapa sawit yang tertuang dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 284 tahun 2011. Kemudian, asisten Kebun Kelapa Sawit dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 124 tahun 2011.
“Saya tanya pada lembaga sertifikasi profesi (LSP) sudah berapa yang disertifikasi, ternyata masih bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. Artinya belum ada, sama sekali tidak ada kemajuan di dalamnya. Karena ini kewajiban dari pemerintah maka seharusnya dilakukan meskipun tidak secara otomatis menaikkan produktivitas, paling tidak ada dulu,” keluh Sumarjono.
Kemudian, lanjut Sumarjono, didalam PP nomor 61 tahun 2015 tentang penghimpunan dan penggunaan dana perkebunan kelapa sawit pasal 11 ayat 1 dengan jelas menyebutkan dana yang dihimpun digunakan untuk a. Pengembangan sumber daya manusia perkebunan kelapa sawit, b penelitian dan pengembangan perkebunan kelapa sawit, c promosi perkebunan kelapa sawit, d peremajaan perkebunan kelapa sawit dan e.sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit.
Sedang biodiesel yang sekarang sepertinya menjadi utama ternyata ada di ayat 2 yaitu penggunaan dana yang dihimpun untuk kepentingan sebagaimana yang disebut dalam ayat 1 termasuk dalam rangka pemenuhan hasil perkebunan kelapa sawit untuk kebutuhan pangan, hilirisasi industri perkebunan kelapa sawit, serta penyertaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel.
“Konsepnya bagus tetapi kenyataannya tidak. SDM yang dipasang pertama artinya kita sadar bahwa kompetensi dan kualitas sdm perlu dapat perhatian. Dananya yang besar perlu dikejar untuk sertifikasi SDM. Seharunya yang jadi perhatian utama BPDPKS adalah SDM, harusnya SDM dulu baru sisanya untuk biodiesel,” terang Sumarjono.
Melihat hal ini, Sumarjono menegaskan, maka sertifikasi untuk manajer dan mandor saat ini sudah final convention dan tinggal menunggu SK skema dari Kementerian Tenaga Kerja. Apa yang bisa dilakukan dalam situasi sekarang adalah kendalikan dan terlibat langsung dalam penetapan upah minimum provinsi (UMP).
Maka solusinya yaitu, jalankan yang selama ini selalu dibicarakan yaitu manusia sebagai asset. Naikkan anggaran SDM, merupakan salah satu langkah kecil tapi nyata dengan menambah pelatihan.
“Bos selalu mengatakan SDM sebagai aset. Cara mengukur benar tidaknya gampang saja, yaitu lihat anggaran SDM-nya, bagaimana perlakuanya,” pungkas Sumarjono. S