JAKARTA, mediaperkebunan.id – Dari 16,3 juta hektar (Ha) luas tutuapan perkebunan kelapa sawit Indonesia, perhatian terbesarnya semestinya pada perkebunan rakyat. Karena kondisinya belum maksimal produksi yang dihasilkan. Saat ini produktivitas kelapa sawit rakyat masih kurang dari 3 ton per tahun. Padahal potensinya dapat mencapai di atas 7 ton CPO/Ha.
“Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk memperbaiki tata kelola perkebunan sawit rakyat. Terutama dari sisi produktvitias,” ujar Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Direktorat Jenderal Perekebunan, Kementerian Pertanian (Kementan) Heru Tri Widarto di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Demikian juga dengan sisi hilir. Perkebunan sawit rakyat masih mempunyai tantangan yang besar. Meskipun di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, sudah memulai mengoperasikan pabrik kelapa sawit (PKS) yang dikelola petani untuk mengolah minyak kelapa sawit.
Meski demikian, lanjut Heru, hilirisasi kelapa sawit masih banyak yang dilakukan. Hal ini agar produk yang dihasilkan bisa dinikmati sendiri.
Seperti diketahui, produk kelapa sawit selalu diserang dengan menuduh deforestasi melalui kampanye negatif, terutama Negara Uni Eropa melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM). “Padahal sebelum ini, Uni Eropa sejak ratusan tahun lalu sudah melakukan,” tukas Heru.
Menurut Heru, kampanye negatif Uni Eripa karena mereka juga mempunyai minyak nabati lain yang harus mereka perjuangkan. Sehingga isu deforestasi kelapa sawit adalah persaingan dagang. “Sehingga kita harus pandai menyikapi masalah ini. Karena Indonesia sudah mencoba mematuhi apa yang menjadi keinginan Uni Eropa seperti sertifikasi kelapa sawit,” paparnya. (YR)