2022, 16 Juli
Share berita:

JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Komoditas kelapa sawit masih menghadapi berbagai hambatan. Tuduhan deforestasi dan kampanye negatif terus digaungkan, khususnya dari Uni Eropa. Di dalam negeri gejolak harga juga belum reda akibat mahalnya harga minyak goreng.

Demikian diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator bidang Ekonomi, Musdalifah Machmud dalam Webinar Hybrid bertema “Hambatan Minyak Sawit di Uni Eropa” yang diselenggarakan PT Riset Perkebunan Nusantara (PT RPN) bersama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Jakarta, Jumat (15/7).

Lebih lanjut Musdalifah mengatakan, kelapa sawit merupakan komoditas yang efisien dan banyak manfaatnya. Selain menghasilkan devisa dan banyak menciptakan lapangan kerja, sawit telah mendorong pembangunan di daerah daerah atau remot area.

Namun, kata Musfdalifah, semua kebaikan yang ada pada sawit menjadi tidak berarti hanya karena tuduhan deforestasi. Padahal Indonesia sudah bekerja keras dalam menjaga kelestarian melalui regulasi yang ketat.

Menurut Musdalifah, bagai pedang bermata dua untuk komoditas kelapa sawit. “Adanya gangguan pasar memicu inflasi karena harga sawit dan minyak goreng yang demikian tinggi, akhirnya berkontribusi pada inflasi yang tinggi,” paparnya.

Direktur Pengamanan Perdagangan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Natan Kambuna sebagaimana yang disampaikan Pradnyawati Analis menyatakan, hambatan perdagangan komoditas kelapa sawit masih banyak. Sehingga untuk menanganinya perlu kerja sama semua sektor.

Menurut Natan, upaya penanganan hambatan perdagangan yang dihadapi produk-produk ekspor Indonesia di luar negeri sangat penting. Selama periode Januari – Juni 2022 Kemendag sedang menangani 46 kasus hambatan perdagangan di antaranya 16 tuduhan damping, dan 11 tuduhan subsidi.

Kebijakan RED II dan Delegated Regulation, kebijakan tersebut sedang kami ajukan ke WTO karena telah mendiskrimansi biofeul berbasis kelapa sawit dari pencapaian target penggunaan Renewble Feul oleh Uni Eropa.

Baca Juga:  EKSPOR KARET SUMUT TAHUN 2020 TURUN, PABRIK KESULITAN BAHAN BAKU AKIBAT GUGUR DAUN

Natan mengatakan, diskriminasi terhadap produk biodiesel yang berbahan baku sawit masih terus berlanjut. “Padahal biodiesel berbahan baku sawit turut menjaga lingkungan dibandingkan kan dengan energi yang berasal dari fosil,” katanya.

Negara Uni Eropa telah melakukan berbagai cara untuk menghambat berkembangnya komoditas sawit dengan berbagai alasan. “Eropa terus melakukan hambatan komoditas sawit ke pasar Eropa,” pungkasnya.

Hadir juga dalam Webinar Direktur PT RPN Iman Yani Harahap, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biodisel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan, Ketua Bidang Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Rosediana Suharto, Petrus Gunarsi, dan Tenaga Ahli Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPPKS) Donald Siahaan. (YR)