Jakarta, Mediaperkebunan.id
Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di 34 provinsi di Indonesia pada Desember 2023, NTP secara nasional naik 0,88 persen dibandingkan NTP November 2023, yaitu dari 116,73 menjadi 117,76. Kenaikan NTP pada Desember 2023 disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian (lt) lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun biaya produksi dan penambahan barang modal (lb). Plt Kepala Badan Pusat Statistik, Amalia A Widyasanti, menyatakan hal ini pada penyampaian Berita Resmi Statistik (2/1/2024)
Kenaikan NTP Desember 2023 dipengaruhi oleh naiknya NTP di tiga subsektor pertanian, yaitu Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,28 persen; Subsektor Tanaman Hortikultura sebesar 5,51 persen; dan Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 0,88 persen. Sementara itu, NTP pada dua subsektor lainnya mengalami penurunan, Subsektor Peternakan sebesar 0,20 persen dan Subsektor Perikanan sebesar 0,76 persen.
Pada Desember 2023, secara nasional It naik sebesar 1,29 persen dibanding It November 2023, yaitu dari 138,13 menjadi 139,91. Kenaikan It pada Desember 2023 disebabkan oleh naiknya It di empat subsektor pertanian, yaitu Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,71 persen; Subsektor Tanaman Hortikultura sebesar 5,90 persen; Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 1.29 persen; dan Subsektor Peternakan sebesar 0,11 persen. Sementara itu, It pada Subsektor Perikanan mengalami penurunan sebesar 0,41 persen.
Melalui Ib dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat perdesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.
Pada Desember 2023, secara nasional Ib naik sebesar 0,40 persen bila dibanding Ib November 2023, yaitu dari 118,33 menjadi 118,81. Hal ini disebabkan oleh kenaikan nilai Ib di seluruh subsektor pertanian, yaitu Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,43 persen; Subsektor Tanaman Hortikultura sebesar 0,37 persen; Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 0,41 persen; Subsektor Peternakan sebesar 0,32 persen; dan Subsektor Perikanan sebesar 0,35 persen.
Pada Desember 2023 terjadi kenaikan NTPR (NTP Tanaman Perkebunan Rakyat) sebesar 0,88 persen. Hal ini terjadi karena It mengalami kenaikan sebesar 1,29 persen, lebih tinggi peningkatan Ib sebesar 0,41 persen. Peningkatan It Desember 2023 disebabkan oleh naiknya indeks kelompok tanaman perkebunan rakyat khususnya komoditas kelapa sawit dan karet sebesar 1,29 persen. Kenaikan Ib sebesar 0,41 persen disebabkan oleh kenaikan Indeks Kelompok KRT (Konsumsi Rumah Tangga) sebesar 0,51 persen dan Indeks Kelompok BPPBM (Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal) sebesar 0,06 persen.
NTP Januari–Desember 2023 menggambarkan NTP yang terjadi selama tahun berjalan. Secara nasional, NTP Januari–Desember 2023 lebih tinggi 4,78 persen dibandingkan NTP 2022 pada periode yang sama. Perubahan tertinggi terjadi pada Subsektor Tanaman Pangan sebesar 8,92 persen. NTP Januari–Desember 2023 tertinggi terjadi pada Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat yakni sebesar 128,49 dan terendah terjadi pada Subsektor Peternakan yakni sebesar 101,81.
Dari 34 provinsi, sebanyak 26 provinsi mengalami kenaikan NTP, 7 provinsi mengalami penurunan NTP, dan 1 provinsi cenderung tidak mengalami perubahan NTP. Kenaikan NTP tertinggi pada Desember 2023 terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu sebesar 2,22 persen, sedangkan penurunan NTP terbesar terjadi di Provinsi Maluku Utara yaitu sebesar 0,88 persen. Provinsi Papua cenderung tidak mengalami perubahan NTP.
Kenaikan tertinggi NTP di Provinsi Sulawesi Tengah disebabkan oleh kenaikan pada Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat khususnya komoditas kakao yang naik sebesar 6,00 persen. Penurunan terbesar NTP di Provinsi Maluku Utara disebabkan oleh penurunan pada Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat khususnya komoditas cengkeh yang turun sebesar 1,69 persen